Mohon tunggu...
Irma Sabriany
Irma Sabriany Mohon Tunggu... Freelancer - Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Ayah Angkatku Seorang Marinir

25 September 2016   17:46 Diperbarui: 18 Juli 2021   13:18 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tidak tahu apa yang membuatku akrab dengannya. Seingatku, Minggu, 22 Mei 2016 adalah pertama kali ia datang ke sekretariat Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan (PSKPT) Kab. Biak Numfor,  aku menyambutnya dengan memperkenalkan diri lalu menyuguhkannya minuman hangat. Kami tak bicara pada topik tertentu, lagi pula saat itu aku sedang fokus mengerjakan sesuatu, berkaitan dengan penugasanku di salah satu pulau terluar Indonesia. Begitu singkat waktu pertemuan dan hanya sekilas basa basi, aku bahkan tak sempat menanyakan namanya, ia juga tidak mengenakan pakaian dinas dan dari kawanku Diani, aku tahu ia seorang marinir dan merupakan Komandan  Satuan Tugas Pengamanan  Pulau Terluar (Satgas Pam Puter) XVIII di pulau Brass Kabupaten Supiori Prop Papua. Wilayah kerja satgas pam puter XVIII mencakup di pulau Brass, pulau Batek dan pulau Dana Rote. Tugas Pam Puter adalah melaksanakan pengamanan terbatasa di pulau strategis terluar Indonesia dalam rangka menjaga kedaulatan NKRI.

Kedatangannya di sekretariat itu, kelanjutan dari pertemuan kami pada Juli 2016. Saat itu aku bertolak dari Pulau Brass kabupaten Supiori menuju kabupaten Biak Numfor. Ia menghampiriku, kami saling tersenyum dan kemudian berbincang sekedarnya, mengakrabkan diri. Aku menawarinya kacang telur, cemilan favorit yang tersisa hanya tinggal sedikit. Beberapa kunyahan saja, pasti lumat. Ternyata ia menyukainya. Ketika makanan kecil itu habis, ia meminta lagi. Tak ada yang bisa kuberikan lagi, sebagai gantinya kusodorkan janji, “Nanti di Biak aku kasih Pak, kalau tak salah ingat masih ada stok di sekretariat.”

Agustus 2016, aku kembali ke Pulau Brass untuk merayakan HUT RI ke 71 tahun dan disinilah keakraban dengannya mulai terjalin. Sore itu, setelah pulang mengunjungi tanjung Pulau Brass bersama pak Umar. Pak Umar  adalah seorang marinir yang berasal dari kab. Takalar prop Sul-Sel, sesama orang Sul-Sel tentu saja cepat menjadi kawan. Kala itu hujan turun, aku berteduh sambil  duduk  di tangga musala sambil meminum air putih.  Mungkin karena kami pernah jumpa sebelumnya atau saatnya menagih janjiku tentang cemilan itu, ia menghampiriku. Untungnya, ia tak bertanya tentang kacang telur yang pernah kujanjikan. Setelah bicara seperlunya, kemudian kuceritakan pengalamanku mengunjungi tanjung Pulau Brass.

Setelah bercerita tentang pengalamanku, aku berkisah tentang seseorang, “kisah cintaku”, kisah hidupku dan mimpiku. Memang ada sindrom pada orang yang biasa bepergian, yakni butuh tempat untuk bercerita dan juga mendengar. Syukurlah ia yang menjadi pendengar, sehingga aku tanpa beban aku mewartakan perjalananku, mungkin lebih tepatnya petualangku. Aku masih sangat ingat, bagaimana ia tersenyum tulus kepadaku yang masih menjadi seorang asing di pulau Brass.

Setelah mendengarkan, ia memberiku petuah, layaknya aku ini anaknya. Saat ia memberikan wejangan, aku berujar dalam hati, “Kok bapak ini seperti ayahku.” Sebenarnya ketika aku bercerita tentang seseorang, air mataku hampir saja menetes, tetapi tertahan. Ia dengan mudah menjadikan candaan apapun yang kukisahkan. Bila kisah cinta ini, kusampaikan seserius mungkin, apalagi terdramatis melalui air mata,  aku pasti mendapat ledekan. Aku bercerita, dengan menghilangkan plot yang melankolis, sehingga tak harus membuatku menangis.  Ia menasehatiku selayaknya seorang ayah, padahal kita baru saling kenal. Ketika aku bercerita, beliau tak menghakimiku seperti orang-orang. Sekali aku pernah bertanya mengapa ia sangat baik kepadaku, ia hanya bilang karena aku punya alasan dan tentang kehilanganmu aku pernah mengalami serta merasakannya, saat ini kita berada di tanah rantau harus saling menjaga dan peduli.

Sambil bercerita, tidak hanya mengenai penggalan drama hidupku, tapi diselingi juga pertanyaan. Ada satu pertanyaanku yang sampai aku membuat tulisan ini ia belum menjawabnya, “Pak, ikhlas itu seperti apa?” Ia merespon sesingkat yang kutanyakan, tapi tak terjawab, “Pertanyaanmu susah, ntar kalau sudah kutemukan akan kuberitahu yah… Sabar yah.” Begitulah.

Nun jauh dari Makasaar, beribu-ribu kilometer dan mil laut, aku menemukan sosok ayah seperti ayahku. Ia sangat perhatian mulai dari hal yang kecil,  misalnya kala enggan memasak dan tentu saja jadwal makan berantakan, maka ia mengajakku makan.  Beban kerja juga membuat laporan, membuatku seperti biasa harus mengurangi jadwal tidur. Ia menyarankan, seberat apapun pekerjaan, istirahat harus cukup dan tidak boleh begadang. Bagian yang sangat berhubungan dengan penyakit yang bisa menyerang dan berujung maut yakni malaria. Untuk hal ini, ia tegas melarangku untuk mencicipi air kelapa muda. Pesannya, “Jangan sampai terkena penyakit malaria seperti yang pernah kualami!” Jika sering mengkonsumsi air kelapa maka darahmu akan disukai oleh nyamuk, apalagi di prop. Papua malaria itu bersifat endemik. Jangankan aku dengan porsi olahraga yang kurang, bahkan seorang marinir yang telaten menjaga kesehatan bisa juga terserang malaria.

 Bagiku, ia orang yang paling perhatian dan tulus kepadaku yang pernah kukenal. Tibalah waktu untuk meninggalkan Pulau Brass, Aku tak pergi begitu saja dengan mencukupi diri dengan lambaian tangan saja. Aku menemuinya dan minta pamit untuk pergi. Entah berhubungan dengan cerita cintaku yang pernah ia dengarkan, meski ia suka bercanda, namun pada bagian ini ia berusaha tampil seserius mungkin.  “Semoga tahun depan kamu udah kawin yah!” Ia masih bercanda, karena selanjutnya ia dengan mimik lucu melanjutkan, “Eeh salah, nikah maksudnya.” Perkataannya adalah doa bagiku dan kuaminkan.

Ia yang menjadi ayah angkatku bernama Letda Novie Hariyanto...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun