Mohon tunggu...
Irma Sabriany
Irma Sabriany Mohon Tunggu... Freelancer - Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Berani, mengagumkan, kekanak-kanakan, suka jalan-jalan, mandiri punya gaya ngomong yang sopan, lucu, cuek

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pulau Brass, Pulau Terdepan Teras Indonesia

21 September 2016   13:38 Diperbarui: 22 September 2016   15:34 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kali ini, takdir membawaku untuk mengunjungi Pulau Brass. Jika tahun 2015, aku menginginkan untuk penempatan di Pulau Brass, ternyata kemudian mendapatkan Pulau Enggano di Kabupaten Bengkulu Utara. Sesuatu yang tertunda memang dan baru terlaksana setahun kemudian.

Hari itu,  Sabtu (16/07/2016) pukul 03.00 WIT, aku telah berada di Pelabuhan Biak. Butuh sejam menunggu, hingga KM. Mandala 09 berangkat menuju Pulau Brass pukul 04.00 WIT. Perjalanan menuju pulau Brass menghabiskan waktu lebih dari sekali putaran jarum jam atau sekitar 24 – 28 jam.

Ahad (17/07/2016) pukul 07.00 WIT kapal telah bersandar di perairan Pulau Brass. Dengan bantuan perahu semang (perahu bercadik yang digunakan sebagai alat transportasi untuk pergi memancing) dengan waktu tempuh 30 menit, aku pun tiba di Pulau Brass pada pukul 07.30 WIT. Tiba di dermaga, terbaca sambutan untuk para pendatang sepertiku, berbunyi ‘WELCOME TO BRASSI’. Tulisan berikutnya juga bukan lagi sambutan tapi berupa tekad dari pasukan garda depan penjaga lautan Indonesia yakni marinir. Di pos pasukan elit tersebut tertera tulisan ‘NKRI Harga Mati’.

Pulau Brass merupakan bagian dari Kepulauan Mapia. Di gugusannya terdapat lagi dua pulau yakni Fanildo dan Pegun. Pusat pemerintahan terletak di pulau Brass. Pulau Brass hanya memiliki satu kampung yakni Mapia. Menurut kepala kampung, Wilyamns M. Sen (37 tahun), Mapia hanya dihuni oleh 39 KK yang menetap dengan mata pencaharian sebagai nelayan dan pembuat kopra. Mapia sendiri berasal dari bahasa Sangihe yang berarti bagus. Bila huruf ‘p’ berubah ‘f’, jangan-jangan ada yang mengira sudah berada disalah satu pulau di Italia, tempat kekuatan kriminal. Biarpun ada yang salah ucap dengan menyebut nama kampung itu, Mafia, tapi disini kejahatan tak mendapat tempat sama sekali.

Jenis ikan yang ditemukan yakni tenggiri, kerapu (Epinephelus fuscoguttatus), mubara’ dan  kakap (Lutjanidae), di pulau ini aku pertama kali memancing dan berhasil mendapatkan salah satu dari ikan yang kusebutkan di atas. Kejahatan yang mungkin ada di pulau, di antaranya berupa pengeboman ikan, namun masyarakat tidak melakukannya, Mengapa? Berdasarkan hasil wawancara dengan juragan Lasaiji, ia tegas mengatakan,  “Untuk apa membom ikan, wong menggunakan pancing saja hasilnya melimpah!” Di pulau ini  hanya sedikit penduduk, sehingga tingkat konsumsi tidak membuat mereka serakah mengambil sewenang-wenang hasil laut. Bila hasil tangkapan berlebih, maka dibuat ikan garam.  Masyarakat kampung Mapia menyebut ikan asin dengan sebutan ikan garam.

Mereka melakukan aktivitas pemancingan berdasarkan adanya kapal yang merapat ke Pulau Brass. Jika ada info bahwa kapal akan masuk ke pulau tersebut, maka masyarakat akan memancing dan hasil pancingan tersebut akan dibawa ke Biak. Sebagai contoh, Kamis malam masyarakat telah mendapatkan info bahwa kapal akan masuk ke pulau Brass. Pada Jumat sore hingga Sabtu pagi, kampung Mapia menjadi sunyi. Mereka serempak pergi memancing.

Aku beruntung, berkat ajakan pak Danang, pak Gunawan dan pak Dedy, aku pun ke Pulau Fanildo cukup dengan berjalan kaki dengan memanfaatkan air surut. Tidak butuh keberanian besar, meski juga merasa ngeri berjalan dari Pulau Brass ke Fanildo. Ketiganya sudah meyakinkan betapa aman berjalan saat surut, yang menempuh waktu 1 jam 40 menit. Meski berada di lokasi surut, aku bisa merasakan sensasi kengerian dengan melihat langsung Samudera Pasifik. Dalam perjalanan ke Fanildo aku sempat melihat ‘anak-anak hiu”. Menurut pak Gunawan, jalur yang kami lalui merupakan daerah hiu. Di Fanildo juga terdapat pos TNI AL tetapi bangunannya tidak terawat. Saat di Fanildo aku tak bertemu dengan marinir ataupun TNI AL atau AD. Menurut Mr. Umar, pengamanan di Fanildo telah diambil alih oleh Lanal Biak.

Di tanjung Pulau Brass, aku menyempatkan menaiki mercusuar. Dari atas, bisa melihat luasnya Samudera Pasifik yang berwarna biru dan pulau Mapia yang berbentuk love. Hembusan angin laut yang berhembus ke arah menara suar tersebut menerbangkan seluruh keletihan dan rasa capek selama perjalanan dari Biak ke Pulau Brass.

Pemandangan dari mercusuar di Pulau Brass (dok. pribadi)
Pemandangan dari mercusuar di Pulau Brass (dok. pribadi)
Pulau ini memiliki pantai yang tak dijejali sampah modern apapun juga. Landscape yang landai menjadikannya sebagai tempat favorit penyu bertelur. Jenis penyu yang bisa ditemukan antara lain penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate).

Penyu (dok. Pak Novie)
Penyu (dok. Pak Novie)
Pulang dari Fanildo, Pulau Pegun, masuk dalam rencana untuk tak abai dikunjungi. Aku percaya semua sudah terencana, meski tak selamanya dari kehendakku. Hari itu Pak Novie (seorang marinir dan merupakan komandan satgas PAM Puter XVIII di Pulau Brass. Aku bertemu dengan sang Komandan saat berada di Kab. Biak Numfor), yang kusebut sebagai Bapak Komandan mengatakan “Yuk Besok ke Pegun!” Sebisanya kutanya, “Ngapain Pak?” Beliau menjawab singkat, “Patroli.” Tak perlu berpikir, jawabku tak panjang,  langsung mengiyakan.

Saat tiba di Pegun, Keinginan pertamaku hanya naik ke mercusuar. Tidak diperkenankan ke menara suar tanpa maksud dan tujuan yang jelas, itu pun harus sepengetahuan sang komandan. Izin diperoleh, hanya bila ada yang temani. Saat itu Pak Parman dan Pak Danang, siap menemani. Keduanya merupakan marinir dan TNI AD. Bukan hanya laut biru, dari menara terlihat juga hamparan pasir putih, hingga rimbunan pohon kelapa yang berbaris sepanjang pantai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun