Mohon tunggu...
Rianto Harpendi
Rianto Harpendi Mohon Tunggu... Insinyur - Chemical Engineer

Dum spiro, spero

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Virus" Kebodohan

17 Januari 2021   10:16 Diperbarui: 17 Januari 2021   10:44 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vamosstock/Shutterstock via beritagar.id

Memperbanyak doa dan rutin melakukan ritus keagamaan juga tidak menjamin kita imun dari "virus" kebodohan. Kita bisa saja rajin beribadah, tetapi disatu sisi kita membuang sampah sembarangan. Tokoh atau pemuka agama bisa terinfeksi bila ia suka menghina orang lain atau menyebar kebencian dalam khotbahnya.

"Virus" kebodohan ini bisa menginfeksi sekalipun kita orang kaya secara ekonomi dan sosial. Kemapanan bisa membuat kita terinfeksi kebodohan dalam bentuk ketidakpuasan. Tidak pernah puas dengan uang bisa membutakan kita. Alhasil, kita menjadi orang yang hedon dan tamak.

Apakah Kita Bebas Dari "Virus" Kebodohan? 

Kita pasti pernah dan mungkin akan selalu terinfeksi "virus" kebodohan. Tetapi melindungi diri dan mengurangi efeknya yaitu dengan cara merawat "sistem imun".

"Sistem imun" kita adalah akal sehat dan hati nurani. Akal dan hati nurani berfungsi melindungi kita dengan "membunuh" benih- benih "virus" kebodohan yang masuk ke dalam diri kita. Sayangnya, dua hal ini jarang kita rawat dengan baik. Lagi pula, menjaga diri agar tetap memiliki akal sehat dan berhati nurani merupakan sebuah tantangan yang tidak mudah.

 Tantangannya adalah bagaimana caranya agar perasaan tidak membajak pikiran dan atau hati kita. Sains membuktikan manusia lebih digerakkan oleh emosi (perasaan) daripada pikiran. Perasaan sering menipu kita. Ia akan membuat kita tidak lagi rasional. Nah, kalau kita tidak lagi rasional maka yang terjadi adalah hati nurani kita menjadi tumpul. Kondisi ini adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya "benih virus" kebodohan.

Contohnya begini. Seorang laki- laki yang sudah memiliki istri tertarik dengan perempuan lain dan ingin menjalin sebuah relasi yang lebih dari sekedar teman. Nurani dan pikirannya mengatakan bahwa ia harus setia kepada istrinya. Namun, perasaannya terhadap perempuan tersebut begitu membara. Ia tidak bisa mengendalikan perasaannya. Perasaannya telah mendominasi dan membajak nurani dan pikirannya. Apa yang terjadi selanjutnya?. Tentu saja yang terjadi adalah perselingkuhan.

Agar anda tidak salah paham, yang juga harus digarisbawahi perasaan tidak selalu salah. Adalah manusiawi kita memiliki perasaan. Poin pentingnya adalah kita harus waspada dengan emosi atau perasaan kita agar akal dan hati nurani kita tidak dibajak.

"Vaksin" Kesadaran

Seperti halnya kekebalan tubuh yang rentan terhadap patogen, akal dan hati nurani juga demikian. Supaya akal dan hati nurani kita bisa terlindungi dari infeksi "virus" kebodohan, kita perlu "vaksin". Seperti virus biologis, kebodohan ada vaksinnya. Hanya saja ada perbedaan. Proses pemberian vaksin untuk "virus" kebodohan tidak dilakukan secara injeksi ataupun oral seperti vaksin pada umumnya. "Vaksin" untuk kebodohan sudah ada dalam diri kita. "Vaksin" itu adalah kesadaran.

Kesadaran, asal katanya adalah sadar. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan sadar sebagai insaf, merasa, tahu dan mengerti. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kita sangat sulit untuk tidak terinfeksi "virus" kebodohan. Oleh karena itu, kita perlu memiliki kesadaran diri agar kita mengenali, merasakan dan memahami apa yang akan kita lakukan dan konsekuensinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun