Menurut Filsuf Yunani Kuno, Aristoteles, politik esensinya adalah untuk mewujudkan kebaikan bersama. Cara yang lazim untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut adalah dengan berkuasa.
Sederhananya, politik adalah usaha mewujudkan kebaikan bersama melalui kekuasaan. Di alam demokrasi, kekuasaan diberikan kepada orang yang mendapat mandat dari rakyat.Â
Dalam politik praktis, tidak ada orang yang tidak punya hasrat atau keinginan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan. Keinginan itu tidaklah salah selama tidak kehilangan esensi dari politik.
Politik Hanya untuk Kekuasaan
Yang menjadi persoalan adalah ketika tujuan dan cara dalam berpolitik sudah kebolak- balik dari nilai (value) yang seharusnya. Dengan kata lain, dalam praktiknya politik sudah kehilangan esensi.Â
Pergeseran nilai dalam berpolitik terjadi ketika manusia telah kehilangan esensinya sebagai manusia, yaitu memberi manfaat bagi sesama.Â
Artinya, politik telah kehilangan rasa kemanusiaan.
Saat ini orang berpolitik hanya ingin meraih kekuasaan, meskipun mulutnya berkata untuk mengabdi. Berkuasa atau menjadi bagian dari kekuasaan adalah tujuan politiknya, bukan lagi sebagai cara untuk mencapai tujuan.Â
Lalu, caranya bagaimana? Yaitu mengobral janji dan sumpah jabatan untuk kebaikan rakyat, bangsa, dan negara. Semua janji dan perkataan untuk mengabdi demi bangsa dan negara sudah menjadi mitos politik. Karena yang ada sekarang ini adalah para pemimpin berpolitik demi perutnya sendiri dan kelompoknya.
Di masa pandemi Covid-19 ini, mewujudkan kebaikan bersama adalah mengutamakan kesehatan dan keselamatan rakyat. Dengan kata lain melindungi segenap warga negara. Itu fungsi negara dan tanggung jawab pemimpin yang diberi mandat untuk mengelola negara sesuai konstitusi.
Orang yang memegang kekuasaan politik (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) punya kapasitas yang istimewa dan sangat besar untuk mewujudkan kebaikan bersama. Tapi sayangnya, menemukan praktik dan contoh yang demikian selama pandemi adalah hal yang nyaris mustahil.