Revolusi Mental
Presiden Jokowi sudah memerintahkan agar ada revolusi mental. Revolusi mental perlu dimulai dari para pembuat kebijakan untuk berubah dari mental pemburu ke mental penjual --minimal pemasar.
Penjual yang buruk berusaha menipu pembelinya dengan memberikan informasi yang tidak lengkap, termasuk dengan kalimat kecil di bawah brosur "syarat dan ketentuan berlaku". Penjual yang baik tahu bahwa tugasnya adalah membantu pembeli menyelesaikan masalahnya dengan baik sesuai dengan portofolio pembeli.
Pelanggan saya, pedagang kelontong asesoris komputer, jika saya hendak membeli sejumlah flashdisc selalu bertanya untuk siapa dan berapa bujetnya. Ia kemudian memilihkan sejumlah produk yang sesuai dengan kebutuhan dan uang saya.
Pembuat kebijakan yang baik adalah mereka yang mempunyai kemampuan kognitif untuk berempati dengan publik yang hendak menjadi pengguna kebijakannya --dan bukan mangsa kebijakannya.
Ia memikirkan batas-batas kemungkinan dan ketidakmungkinan, membangun manajemen risiko, dan memastikan kebijakannya diterima (dibeli) dengan suka-hati serta menghebatkan kehidupan bersama. Dengan demikian pertama-tama berfikir sebagai seorang penjual, kemudian pemasar. Penjual yang baik peduli dengan kebutuhan pelanggan.
Pemasar yang baik tahu bagaimana kebutuhan pelanggan. Pembuat kebijakan ketika berfikir sebagai penjual akan peduli dengan kebutuhan publik, termasuk kebutuhan tak terlihat dan kebutuhan di masa depan. Selanjutnya, ketika pembuat kebijakan berfikir sebagai pemasar, ia tahu bagaimana produk yang baik, biaya yang harus ditanggung publik, tepat di mana publik dikenalkan dengan kebijakan, dan mempromosikan kebijakan publik.
Model dan cara berfikir atau mindset pembuat kebijakan membuat kebijakan yang dibuatnya lebih relevan dan lebih mudah "dipasarkan" dan "dijual" oleh para pelaksana kebijakan di bawah, dan diterima masyarakat dengan tangan terbuka sebagai sebuah upaya bersama membaikkan dan menghebatkan bangsa.
Belajarlah
Kebijakan publik mempuyai empat lima jenjang yang berurutan dari yang paling bawah atau rendah ke yang paling tinggi, yaitu: pengetahuan, keilmuan, praktek, seni, dan seni-tertinggi (fine-art).
Kebijakan yang gagal atau memberi sedikit kebaikan kepada kehidupan bersama ada di jenjang-jenjang rendah. Ketika masuk ke jenjang lebih tinggi, art dan fine art, diperlukan kesediaan untuk mengambil keunggulan dari keilmuan dan praktek dari disiplin lain.