Mohon tunggu...
Rianti Julianah
Rianti Julianah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip, Universitas Muhammadiyah Jakarta

seorang mahasiswa yang ingin menyampaikan tulisannya melalui media sosial

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Mahasiswa Vs Represifitas Aparat

26 September 2022   17:03 Diperbarui: 26 September 2022   17:08 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahasiswa merupakan agen perubahan dalam dunia perkuliahan. Mahasiswa juga dibilang sebagai penyambung lidah masyarakat ke pemerintah untuk menyampaikan suara-suara dan keluh kesah masyarakat terhadap kinerja atau bahkan hasil kerja para pemerintah. Keterkaitan masyarakat dengan para aparat juga sudah menjadi hal biasa di dengar, dalam hal penyelesaian atau mediasi saat asik demonstrasi bahkan sampai terjadi keributan antara mahasiswa dengan aparat. 

Dalam kejadian demonstrasi yang sering terjadi, perseteruan mahasiswa dengan aparat kadang bahkan sering menimbulkan kericuhan sampai menimbulkan korban jiwa, yang harusnya tugas aparat mengayomi masyarakat malah menjadi musuh yang menakutkan untuk masyarakat dan mahasiswa.

Awal mulai adanya pergerakan mahasiswa itu berasal dari adanya Boedi Oetomo yang merupakan wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern, bertujuan untuk menjamin kehidupan bangsa yang terhormat.  

Gerakan ini didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh para pemuda STOVIA atau sekolah dokter di Jawa.  Pada kongres pertama, 5 Oktober 1908 di Yogyakarta, ditetapkan tujuan perkumpulan yaitu untuk kemajuan selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan. Fokus utama dari BU adalah pengembangan generasi muda di bidang sosial, pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan. 

Namun lagi - lagi, aksi mahasiswa kemarin, pada 05 september 2022 di kabupaten BIMA nusa tenggara barat (NTB) terjadi pengusiran oleh aparat dengan menggunakan semprotan water cannon,terjadinya dorong dorong-an terhadap peserta aksi oleh Aparat Kepolisian. 

Dengan melakukan aksi tolak kenaikan harga BBM yang mendapatkan perlakuan sikap yang tidak manusiawi ini membuktikan bahwa Polisi merupakan bagian dari ancaman khusus bagi demokrasi, yang dimana tugas aparat seharunya bisa menjaga, mengayomi dan melindungi rakyat malah melakukan tindakan yang menoak hati para peserta aksi yang dimana dari mereka sebagian merupakan seorang mahasiswa. 

Dengan sikap aparat yang seperti itu menimbulkan pemikiran bahwa aparat polisi justru terkesan menjadi alat kekuasaan dengan melakukan tindakan represi terhadap para aktivis.

Dari laporan pengaduan yang diterima oleh mahasiswa di kabupaten BIMA Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui akun website kompasiana.com hingga pukul 12.00 WIB. tercatat 1 mahasiswa mengalami terluka yang cukup parah dan langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Dan puluhan mahasiswa lainnya berlari sampai tercerai berai untuk menghindari dari semprotan water cannon yang dilakukan oleh para aparat.

Sebagian besar Negara menjunjung tinggi Hak asasi manusia (HAM), setiap individu memiliki hak atas berpendapat dan hak mengekspresikan diri. Aksi demontrasi itu merupakan hasil dari sikap setiap individu untuk menyampaikan pendapat nya di muka umum. 

Yang dimana Negara kita Negara indonesia sejak merdeka 1945 melalui konstitusi dalam menegaskan kebebasan berekspresi merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilindungi oleh konstitusi (Pasal 28E UUD 1945) dan berbagai aturan trurunannya, (UU 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Perkap Tahun 200 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, dsb.) Karenanya kewajiban mutlak negara melindunginya tanpa terkecuali.

Sikap aparat dalam mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan pada dasarnya sangat melenceng dari Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa, No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, serta No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

Menurut Pasal 7 Peraturan Kapolri 16/2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, aparat dilrang untuk bersikap arogan dan terpancing oleh massa, melakukan pengejaran massa secara perorangan, hingga mengucapkan kata-kata kotor dan memaki pengunjuk rasa.

Tahun ini 2022 kembali masyarakat melakukan aksi demo untuk tolak kenaikan harga BBM di berbagai wilayah di indonesia, banyak juga dari aksi demo ini terjadi kericuhan antar aktivis dengan aparat kepolisian. 

Dengan kembalinya para masyarakat melakukan aksi demo untuk mengerkperisikan dan menyampaikan keresahan nya saati ini lagi lagi terjadi sikap represif yang dilakukan oleh para aparat terhadap demonstari. 

Dengan kembali lagi kasus kericuhan yang terjadi peserta aksi dengan aparat tentunya kita tidak akan lupa lupa terhadap kasus yang menewaskan dua mahasiswa pada saat demo Revisi UU KPK dan RKUHP di Kendari akhir 2019 lalu. Jika saja aparat keamanan dapat melaksanakan isi dari pasal ataupun aturan tersebut dengan sebagaimana mestinya, kita yakin hal tersebut tidak seharusnya bisa terjadi.

Bisa saja asal dari terjadinya sikap represif oleh aparat karena cara berpikirnya para penegakan hukum. faktor hukum, serta ketidakberaniannya masyarakat atau pun korban untuk melaporkan tindak kekerasan yang terjadi. 

Maka dari itu Perlu adanya upaya dalam pembentukan SDM aparat yang berkompeten agar tidak terjadinya perlakuan represif terhadap demonstarn dengan kata lain meskipun aparat merupakan para penegak hukum, bukan berarti mereka berhak semena-mena apalagi melakukan pengusiran terhadap demonstaran sampai adanya korban, karena pada dasarnya masyarakat kita bukanlah para penjajah kita hanya ingin menegakan keadilan dan keresahan masyayrakat dengan elakukan aksi demo untuk menyuarakan pendapat kita. 

Apapun sebabnya represifitas mesti dikutuk, dihilangkan dan dilenyapkan dari Negara kita mekipun alih alih adanya pembenaran oleh Negara tetap saja sikap represifitas merupakn sikap yang tidak manusiawi. ciri khas adanya demokrasi ialah kebebasan dalam berpendapat, jika kebebasan berpendapat saja dibungkam dan direpresif, artinya aparat sudah terlalu jauh melenceng dari aturan seharusnya. 

Kami mengharapkan semoga berikutnya tidak terjadi lagi represifitas aparat kepada masyarakat ataupun kepada para aksi demostran, apalagi sampai menghilangkan nyawa dari warga negara. Kritik demi kritik seharusnya dihidupkan, dan negara mesti menjalankan jaminan dalam keamanan hal tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun