Mohon tunggu...
Rianti Marena
Rianti Marena Mohon Tunggu... -

kulikata

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Sandiwara Radio

27 Januari 2015   23:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:15 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lain lagi ketika saya kebetulan berbicara dengan orang-orang sepuh atau katakanlah orang-orang yang mengingat bagaimana jayanya drama radio jaman baheula. Drama radio yang mereka bahas adalah drama yang dulu diputar tatkala es abadi di kutub utara belum kentara mencair, permukaan air laut belum setinggi abrasi sepanjang pantai Jakarta dan pesisir pantai utara Jawa, banjir di Muara Gembong dan Indramayu belum menghanyutkan tambak-tambak udang sekaligus spot birdwatching for waterbird paling menarik, facebook dan tweeter masih diuji coba, e-mail masih terlalu canggih dibanding bel kring-kring onthel pak pos, dan para pemeran Mahabarata yang asli India itu belum seganteng-senarsis-dan-se'terekspos sekarang. Mereka masih asyik membicarakan drama radio era 70-80'an yang nota bene ketika itu diputar masih sesuai dengan kondisi lingkungan baik sosial-ekonomi-budaya-alamnya dekat dengan mereka dan dialami saat itu. Kondisi dan tantangan zaman sudah berbeda.

Mana sanggup saya jika harus membandingkan karya saya yang masih kecil dengan karya-karya yang bahkan gaungnya masih terdengar sejak saya belum lahir hingga mereka yang membahas semua itu dengan saya bahkan sudah punya cucu-cicit?

Ah... kenapa saya jadi terdengar putus asa begini? No-no! Bukan itu maksud saya. Saya hanya perlu membuat orang tertarik menyimak apa yang sudah saya dan teman-teman saya lakukan. Tapi, saya belum tahu caranya. Yah, mungkin ini yang dinamakan proses. Saya sebagai penulis berproses, teman-teman pemeran, mixingman dan editor berproses. Bahkan masyarakat selaku pendengar dan penikmat pun berproses,  kan? Kesimpulannya adalah tetap sabar dan terus berusaha. Namun, kapan proses yang melibatkan banyak elemen ini berjalan sesuai dengan harapan? Atau mungkin memang harus kandas suatu saat nanti? Bukan karena tak mampu menghadapi tantangan juga kalah dengan hambatan melainkan kehilangan tekad dan semangat untuk terus kreatif, berbenah diri, memperbaiki kualitas dan mengupayakan yang terbaik. Mungkin hanya Tuhan yang tahu.

Catatan harian R.M. Sinathrya - 27 Januari 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun