Mohon tunggu...
Kadek Ayu Rianti
Kadek Ayu Rianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Karmaphala: Menuai Apa yang Kita Tanam

10 Mei 2024   11:22 Diperbarui: 10 Mei 2024   11:23 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Apa yang kita tanam itulah yang kita tuai" peribahasa tersebut mungkin tidak asing lagi di telinga kita. Layaknya seorang petani yang menanam benih jagung di ladangnya, maka nantinya ia juga akan memanen jagung tersebut. Sama halnya dengan kita sebagai manusia yang harus berhati-hati dalam menanam niat, pikiran, dan perbuatan kita. Jika kita menanam kebaikan, maka kita akan menuai kebaikan pula. 

Sebaliknya, jika kita menanam kejahatan atau keburukan, maka kita akan menuai kesengsaraan. Hal ini mengajarkan kita untuk senantiasa bertanggung jawab atas tindakan kita sendiri dan menyadari bahwa setiap langkah yang kita ambil akan memiliki dampak langsung atau tidak langsung pada kehidupan kita di masa kini atau di masa depan.

Peribahasa diatas selaras dengan hukum karmaphala dalam ajaran agama Hindu. Karmaphala merupakan salah satu bagian dari lima keyakinan atau kepercayaan agama Hindu yang biasa disebut dengan Panca Sradha. Panca Sradha ini menjadi landasan spiritual bagi umat Hindu dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh makna dan harmoni. Seperti namanya Panca Sradha terdiri dari lima bagian yaitu Brahman, Atman, Karmaphala, Punarbhawa, dan Moksa. Dengan meyakini dan mengamalkan kelima keyakinan tersebut, umat Hindu diarahkan untuk mencapai tujuan tertinggi dalam hidup, yaitu moksa atau pembebasan dari lingkaran kelahiran dan kematian serta penyatuan dengan Brahman. Salah satu diantara kelima keyakinan tersebut yang penting untuk diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari adalah Karmaphala. 

Secara etimologi, kata Karmaphala berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu Karma yang artinya tindakan atau perbuatan dan Phala yang berarti buah atau hasil dari perbuatan. Jadi karmaphala dapat diartikan sebagai hasil dari perbuatan yang telah dilakukan. Dalam konteks filosofi agama Hindu, karmaphala merujuk pada hukum sebab akibat yang menyatakan bahwa setiap tindakan atau perbuatan yang kita ambil memiliki konsekuensi atau hasil yang setara. Sebagai umat Hindu seyogyanya kita dapat memahami secara mendalam tentang hukum karmaphala yang bersifat universal ini. Karena dengan adanya hukum karmaphala kita dapat berpikir lebih panjang sebelum melakukan suatu tindakan.

Dalam kitab suci agama Hindu, jenis-jenis karmaphala dibedakan berdasarkan cepat lambatnya waktu untuk menikmati hasil perbuatan. Dalam hal ini, karmphala dibagi menjadi tiga jenis yaitu Prarabda Karmaphala, Kriyaman Karmaphala, Sancita Karmaphala. Prarabda Karmaphala artinya segala perbuatan yang telah kita lakukan baik perbuatan positif maupun negatif, kepada diri sendiri maupun orang lain hasilnya akan kita terima pada saat ini juga. Contohnya seperti ketika kita mencubit lengan, maka rasa sakitnya dapat dirasakan secara langsung pada saat itu juga atau ketika kita bekerja sepenuh hati untuk memperoleh imbalan berupa uang agar dapat membeli kebutuhan sehari-hari. 

Lalu, Kariyamana Karmaphala merupakan segala perbuatan yang telah kita lakukan dalam kehidupan ini akan kita terima hasilnya pada saat setelah kita meninggal. Jenis karmaphala yang satu ini berkaitan erat dengan surga neraka. Dipercayai bahwa seseorang yang memiliki karma yang baik selama hidupnya akan membawa seseorang tersebut ke surga. Sebaliknya apabila seseorang memiliki karma yang buruk selama hidupnya maka hal tersebut dapat membawanya ke neraka. Sehingga hasil perbuatan yang kita lakukan selama kehidupan sehari-hari akan menentukan surga atau neraka yang akan kita tuju nanti setelah kita meninggal. Selanjutnya jenis karmaphala yang ketiga adalah Sancita Karmaphala yaitu semua perbuatan yang telah kita lakukan akan kita terima hasilnya suatu saat nanti ketika terlahir kembali ke dunia (reinkarnasi). 

Umat Hindu percaya bahwa ketika makhluk hidup terlahir di dunia ini, mereka sebenarnya sedang menerima hasil perbuatan mereka di kehidupan sebelumnya. Misalkan dalam kehidupan sekarang kita melakukan perbuatan baik, taat pada keyakinan, suka menolong orang lain maka niscaya kita akan dilahirkan menjadi orang yang memiliki kehidupan bahagia, sejahtera atau mungkin saja kita dilahirkan di keluarga yang terhormat dan memiliki finasial yang baik. Sebaliknya apabila di kehidupan sekarang kita melakukan perbuatan yang buruk seperti korupsi, mencuri, atau bahkan membunuh maka dalam kehidupan selanjutnya bisa jadi kita dilahirkan kembali bukan dalam wujud manusia melainkan binatang atau tumbuhan yang sederajat lebih rendah daripada manusia.

Dalam konsepnya, hukum karma memiliki beberapa sifat-sifat penting yaitu; 1) Hukum karma bersifat universal artinya hukum ini berlaku bagi seluruh ciptaan-Nya baik hewan, tumbuhan, maupun manusia sekalipun harus tunduk dengan hukum ini. 2) Hukum karma bersifat abadi artinya hukum ini dimulai ketika alam semesta ini berfungsi dan akan berakhir apabila alam semesta ini musnah (pralaya). Namun tidak ada seorang pun yang mengetahui atau memahami kapan alam semesta ini dimulai dan berakhir. 3) Hukum karma berlaku sepanjang zaman artinya hukum ini berlaku dari zaman Sathya Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga, maupun Kali Yuga. 4) Hukum karma bersifat sempurna artinya hukum ini bersifat konstan dari zaman ke zaman dan tidak dapat diubah ataupun diganggu gugat. Hukum karmaphala hanya dapat ditaklukan dengan cara mengikuti hukumnya. 5) Tidak ada pengecualian pada pelaksanaan hukum ini bahkan Sri Rama, Krishna, dan para Awatara sekalipun tidak dapat lolos dari hukum ini.

Karmaphala merupakan hukum abadi yang melekat dalam diri manusia sedangkan Rta adalah hukum alam termasuk isinya tanpa terkecuali. Antara karmaphla dan Rta memiliki keterkaitan yang erat yakni sama-sama merupakan hukum yang tidak dapat dihindari oleh tumbuhan, hewan, maupun manusia sekalipun. Pada dasarnya manusia hidup dengan tujuan dan harapan-harapan terhadap masa depan yang lebih baik. Contohnya ketika kita lapar, kita akan makan dengan tujuan agar perut kita kenyang dan kita akan tidur agar dapat menghilangkan rasa kantuk dan membuat badan lebih segar. Oleh karena itu Tuhan menciptakan hukum karmaphala sebagai dasar atau pedoman bagi umat manusia dalam berperilaku. Pedoman tersebut mengajarkan bahwa manusia memang memiliki kebebasan dalam bertindakan namun perlu diingat kembali bahwa setiap perbuatan memiliki konsekuensinya masing-masing. Kehadiran hukum karmaphala akan mendorong umat manusia untuk melakukan perbuatan baik, berbuat jujur, dan berbakti kepada Tuhan serta menghindari tindakan buruk. Dengan demikian, mereka akan menuai hasil perbuatan yang baik dalam kehidupan ini maupun di kehidupan yang akan datang. Adapun contoh-contoh karma baik yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai berikut.

  • Berbakti kepada orang tua dengan cara menghormati, merawat, dan menolong orang tua dalam melakukan pekerjaan sehari-hari seperti menyapu, menyiram, memasak dan lain sebagainya. Meskipun sederhana namun karma tersebut akan membuahkan hasil yang luar biasa.
  • Berbagi dan bersedekah dengan cara memberikan sumbangan baik berupa uang, makanan, maupun pakaian kepada mereka yang membutuhkan merupakan salah satu contoh karma positif yang dapat mencerminkan kepedulian dan kebaikan antara sesama ciptaan-Nya.
  • Bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuat. Misalkan kita tidak sengaja menabrak orang maka kita harus bertanggungjawab atas apa yang telah kita lakukan dengan cata membawa orang tersebut ke rumah sakit atau memberikan ganti rugi.
  • Selalu berkata jujur dan memiliki integritas yang tinggi dalam setiap tindakan yang diambil. Hal ini merupakan salah satu contoh karma baik yang nantinya dapat memberikan hasil positif dalam hidup.
  • Berusaha untuk mengendalikan diri agar terhindar dari tindakan-tindakan yang bersifat negatif seperti berperilaku buruk terhadap teman, melakukan korupsi, pencurian, pembunuhan dan lain-lain. Karena sesuai dengan konsep karmaphala yaitu apabila kita melakukan hal buruk, maka kita akan menuai kesengsaraan di kemudian hari.
  • Melakukan meditasi agar dapat menjernihkan pikiran dan menciptakan energi positif sehingga dapat terhindar dari hal-hal yang bersifat negatif.
  • Meningkatkan sradha dan bhakti dengan cara rutin melakukan persembahyangan baik di rumah maupuk di pura. Dengan begitu kita dapat menumbuhkan kesadaran spiritual yang lebih mendalam terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kesadaran inilah yang nantinya membimbing kita untuk senantiasa berbuat baik dan menghindari perbuatan buruk.

Dengan melakukan tindakan-tindakan sederhana diatas dapat membantu kita untuk senantiasa melakukan hal-hal yang bersifat positif agar nantinya kita mendapatkan hasil perbuatan yang positif pula karena sejatinya apapun perbuatan yang kita lakukan, itulah yang kita tuai nantinya namun sebaliknya sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh ke tanah juga. Sepandai apapun seseorang menyembunyikan kejahatan yang mereka lakukan terhadap masyarakat, namun Tuhan akan selalu mengetahuinya dan kita tidak akan terhindar dari yang namanya hukum Karmaphala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun