Masih ingat dengan peristiwa pembobolan Koper Agnes Monica di Bandara Soekarno Hatta? Kejadian ini sontak menjadi headline di beberapa media di tanah air. "Di airport indonesia, kunci koper dibuka dengan paksa. Ini gmana pertanggungjawabannya ya???", kira-kira beginilah kicauan Agnes di akun twitternya. Dan sudah pasti, berita ini mendapat banyak tanggapan dari masyarakat. Yang paling banyak adalah kritik kepada pihak Angkasa Pura II selaku pengelola bandara, karena system keamanan bandara dianggap tidak berfungsi dengan baik. Selain itu, banyak pula yang bercerita mengenai pengalaman pribadi yang ternyata pengalamannya sama seperti yang dialami oleh Agnes Monica. Ternyata, kasus pembobolan koper Agnes ini bukan yang pertama, karena banyak selain Agnes yang mengalami hal serupa. Kritik dan cerita dari masyarakat tersebut semakin menguatkan opini bahwa system keamanan transportasi di Indonesia kurang baik, salah satunya system keamanan di bandara Soekarno Hatta. Otomatis, dengan kejadian ini bandara (pihak Angkasa Pura II sebagai pengelola) mendapatkan kesan negatif dari masyarakat. Tapi bagiku, bandara pernah mempunyai kesan positif.
Di pekerjaanku yang sekarang, aku dituntut untuk bisa melakukan travelling, mendatangi kota-kota tempat dimana kantor-kantor cabang perusahaanku berada, yang tersebar di seluruh Indonesia. Di kota atau kantor cabang tersebut aku mengadakan sebuah kegiatan Pelatihan/Training bagi karyawan di sana. Untuk menghemat waktu, transportasi udara menjadi salah satu pilihan. Sekitar 10 – 15 penerbangan setiap tahunnya aku rasakan. Oleh karena itu, kondisi bandara dan beberapa hal yang terkait di dalamnya, sedikit banyak aku ketahui. Biasanya aku berangkat H-1 sebelum kegiatan training berlangsung dengan menggunakan pesawat pagi atau siang. Bahkan tidak jarang aku berangkat menggunakan pesawat paling pagi, sekitar pukul 05.30 atau 06.00 WIB.
Karena posisi kantorku berada di Kota Bogor, maka aku biasanya mengalokasikan 2 – 4 jam untuk menuju bandara. Apalagi, ada aturan dari pihak bandara yang mengharuskan penumpang untuk check – in minimal 45 menit sebelum keberangkatan. Jika aku menggunakan pesawat paling pagi, katakanlah jadwal penerbangan jam 06.00, maka aku harus sudah berada di bandara maksimal pukul 05.15. Sehingga aku harus berangkat dari Bogor sekitar pukul 03.15 untuk mengejar jadwal tersebut. Sudah pasti, aku bangun dari tidur sekitar pukul 02.30 untuk mandi dan melakukan persiapan sebelum berangkat menuju bandara. Orang macam apa yang bangun pukul 02.30 untuk bekerja, batinku. Terkadang, ada rasa malas jika aku harus berangkat dini hari begini. Bahkan terkadang, aku merasa menjadi orang paling menderita sedunia. Di saat orang lain sedang tertidur nyenyak, aku harus merasakan dinginnya air ketika aku harus mandi. Di saat orang lain sedang asik dengan mimpi-mimpinya, aku harus bergerak cepat agar aku tidak terlambat dan tidak ketinggalan pesawat. Pekerjaan macam apa ini.
Sesampainya di bandara, Amazing. Perasaan-perasaanku yang tadi hilang seketika. Pada saat tiba di bandara, sekitar pukul 05.10, aku melihat suasana bandara sangat ramai sekali. Para porter sibuk membawa barang-barang penumpang yang dibantunya. Petugas-petugas bandara dengan cekatan melayani para penumpang. Bahkan, tukang parkir pun dengan sigap membantu polisi bandara mengatur kondisi lalu lintas di sekitar bandara. Suasana di sini tidak terlihat seperti pukul 05.10 subuh. Luar Biasa,ucapku dalam hati. Jam segini orang-orang sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Tidak tampak raut wajah mengeluh dari mereka. Dengan senang hati mereka melakukan pekerjaannya. Apakah aku masih merasa sebagai orang paling menderita di dunia? Jawabannya tentu saja tidak. Ternyata, para pekerja di sini sudah berada di posisinya masing-masing. Mungkin, mereka sudah stand-by sebelum pukul 05.00. Sudah bisa dibayangkan, mereka bangun jam berapa? Mandi, persiapan, perjalanan dari rumah ke Bandara (tempat kerja) terutama yang rumahnya jauh, persiapan sebelum memulai pekerjaan, briefing atau doa bersama dengan rekan-rekannya jika ada, sampai mereka akhirnya berada di pos masing-masing. Bagaimana dengan supir taxi yang tadi mengantarku dari Bogor menuju bandara? Cukupkah waktu tidurnya? Karena ternyata, supir taxi tersebut sudah hampir 20 jam mencari dan mengantarkan penumpangnya. Boleh jadi, aku tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan mereka. Pemandangan dan Pelajaran yang sungguh sangat berharga.
Kesan negatif terhadap bandara karena kejadian pembobolan koper Agnes Monica dan beberapa orang masyarakat, ternyata sedikit berbeda dengan yang aku alamai. Bandara pernah memberikan kesan positif kepadaku. Jika kita melihat dari sisi yang berbeda, ada satu makna yang bisa dipelajari, karena dari siapapun dan dimanapun kita bisa belajar. Belajar kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H