Mohon tunggu...
Rian Juniawan
Rian Juniawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Indonesia

Just someone who wants to keep learning.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Impian Tak Pernah Salah

31 Januari 2020   19:48 Diperbarui: 31 Januari 2020   19:41 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang-orang dulu seringkali berkata,
"jikalau bermimpi janganlah terlalu tinggi, bila jatuh akan terasa sakit sekali". Entahlah alasan apa yang mendasari pemikiran seperti itu, pemikiran yang sudah mengakar kuat dalam jiwa dan diwariskan secara turun-temurun ini membuat beberapa orang di luar sana merasa takut untuk bermimpi. Namun beberapa yang lainnya tidak peduli dan bersikap bodo amat dengan kalimat itu. Karena mereka tahu bahwa setiap individu di dunia ini memiliki kesempatan yang sama untuk bermimpi setinggi-tingginya dan berusaha mewujudkan mimpi tersebut. Dan aku salah satu diantaranya.
Namaku Asyraf, aku hanyalah seorang manusia yang lahir dari keluarga sederhana. Bahkan bisa dikatakan kalau keluargaku berada di garis kemiskinan. Ayah ku hanya seorang pedagang kecil sementara ibuku hanyalah seorang buruh cuci. Setiap hari ayah dan ibuku harus selalu banting tulang untuk biaya hidup keluarga ku. Hari-harinya hanya dilalui dengan peluh dan lelah, tetapi ia tetap sabar dalam menjalani kehidupannya.
Sedari kecil aku memiliki cita-cita ingin menjadi seorang dokter. Memang sih cita-cita ku ini untuk beberapa orang terlalu tinggi bahkan bisa dikatakan tak masuk akal jika dilihat dari latar belakang keluarga ku yang seperti itu. Dan Ayahku pun memiliki spekulasi yang sama seperti yang lainnya.
" Nak sini dulu, Ayah mau bicara denganmu." Panggil Ayah.
"Iya yah. Ada apa ayah memanggil ku?"
"Begini nak, Ayah tahu kamu punya cita-cita menjadi seorang dokter kan?"
"Iya yah. Bagus kan cita-cita ku"
"Iya nak. Tapi kamu tahu kan keluarga kita seperti apa. Sepertinya Ayah tak sanggup membiayai kuliah mu kelak. Tapi Ayah masih menaruh harapan padamu jika kamu ingin menjadi dokter. Karna kamu baru lulus SMP, maka kamu harus belajar yang rajin ya nak saat di SMA nanti. Semoga ada jalan agar kau bisa meraih cita-cita mu?"
Mendengar perkataan Ayahku itu membuat ku termotivasi. Aku mengiyakan semua perkataan Ayahku. Perkataan itu terus selalu terngiang di benakku. Seakan-akan diriku tidak peduli akan kondisi ekonomi keluarga ku dan akan terus meraih apa yang aku inginkan dengan prestasi ku sendiri. Aku harus menjadi manusia yang dapat mengangkat derajat keluarga ku sendiri.
Saat liburan, aku mulai mempersiapkan diriku untuk menuju bangku SMA. Alhamdulillah nilai yang ku raih semasa SMP cukup tinggi sehingga aku dapat bersekolah di sekolah negeri yang favorit. Dan di hari pertama sekolah saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS),
"Perhatian, kepada seluruh Calon Siswa SMAN 1 Bintang diharapkan untuk dapat menuju ke arah lapang sekarang. Karna pembagian kelompok dan mentor akan segera diumumkan." Seru Ketua OSIS.
Seluruh siswa pun segera menuju lapang.  Pembagian kelompok pun diumumkan. Satu-persatu nama setiap siswa beserta asal sekolah nya diumumkan. Dan akhirnya namaku disebut dan aku pun masuk ke kelompok Cenderawasih. Setelah pembagian kelompok, seluruh siswa pun masuk ke ruangan kelompok nya masing-masing bersama mentor nya. Mulai memasuki ruangan kelas, Aku melihat seseorang yang sangat menarik perhatianku. dengan postur tubuh yang kecil dan dengan mata yang lebar dan bulu mata yang lentik, dia mulai mencuri perhatianku. Lalu tiba-tiba, kakak mentor dikelas ku mengumumkan barang yang harus dibawa besok
" Perhatian adik-adik, besok kalian diharapkan membawa beberapa barang-barang ini ya.  Akan kakak tulis dulu di papan tulis" ucap kakak mentor sembari menulis barang-barang yang harus dibawa esok
"Nah adik-adik, besok kalian harus membawa bekal makanan dengan lauk sayuran dan tempe goreng. Lalu bawa juga jeruk dan susu kotak ya."
"Siap kak, Terimakasih"sahut orang satu ruangan.
Sepulang dari acara MPLS dihari pertama, karna aku masih memiliki sisa uang aku langsung segera mencari dan membeli barang-barang yang dibutuhkan untuk dibawa besok seperti membeli jeruk, kangkung, tempe dan susu kotak. Seteh itu aku pun langsung pulang kerumah karena hari sudah hampir gelap. Sesampainya dirumah,
"Assalamu'alaikum" ucap salam ku saat masuk kerumah
"Wa'alaikumussalam. Raf kenapa kamu baru pulang jam segini nak, ini kan baru hari pertama kamu bersekolah. Ibu khawatir kamu kenapa-napa nak." Ucap ibuku dengan nada penuh cemas
"Maaf ya bu Asyraf udah buat ibu cemas. Tapi tadi sepulang dari sekolah Asyraf harus membeli barang-barang untuk di bawa besok ke sekolah. Asyraf juga takut Ibu khawatir, tapi Asyraf tidak bisa menghubungi Ibu karena aku tidak punya ponsel. Maaf ya bu." jawab ku merasa bersalah.
"Ya sudah tak apa nak. Yang penting kamu sudah dirumah yah. Maafkan Ibu juga belum bisa membelikan mu ponsel . Kalau sudah ada rezeki nanti ibu belikan ya nak. Sekarang Asyraf mandi, sholat, makan dan belajar. Jangan tidur terlalu larut juga ya." Ucap ibuku.
"Siap bu. Ya sudah aku masuk kamar dulu, selamat malam bu" balasku
Aku pun masuk kedalam kamarku dan segera mandi, sholat dan makan. Setelah itu, akupun membuka kresek belanjaanku dan ku periksa satu-persatu takut ada barang yg tak terbeli. Tapi semuanya sudah ku beli. Akan tetapi ada yang aneh,
"Perasaan tadi aku beli susu hanya satu kotak, kok ini ada dua ya? Ya sudahlah tak apa besok akan kubawa ini juga."
lalu aku pun membereskan buku dan barang-barang yang akan ku bawa besok dan segera tidur.
keesokan harinya, aku pun memasak kangkung yang ku beli kemarin untuk dibawa ke sekolah dan juga menyiapkan semua barang-barangnya untuk ku bawa. Lalu aku pun berangkat ke sekolah. Saat di sekolah, para mentor sedang memeriksa kelengkapan barang bawaan yang harus dibawa oleh para murid baru. Lalu aku pun melihat perempuan yang kulihat kemarin sedang merasa kebingungan. Karena aku penasaran, aku mencoba untuk menghampirinya dan bertanya padanya,
"Halo, nama Asyraf. Jikalau boleh tahu mengapa kamu merasa seperti kebingungan?" Tanyaku pada perempuan itu
"Oh hai, namaku Khanza. Iya nih aku bingung susu kotak ku ga kebawa nih. Bagaimana ya, aku takut dihukum karena tidak bawa susu itu? Ucapnya padaku dengan nada gelisah.
"Oh begitu, kalau boleh aku membantu aku punya dua kotak susu. Jika kamu mau, kamu boleh mengambil punya satu punyaku." Timbal ku pada nya.
"Bener nih nggak apa-apa aku ambil susu kotak kamu?"
"Iya gak apa-apa ambil aja. daripada kamu nanti dihukum lebih baik kamu ambil susu kotak ku saja."
"Iya deh aku terima susu kotak dari kamu. Terima kasih banyak ya, kamu memang orang yang baik."
"Iya sama-sama Khanza. Ya sudah aku balik lagi ke bangku ku ya."
Lalu aku pun kembali duduk di bangku. Dia sepertinya mereka senang sekali karena dia tidak harus dihukum hari ini. Dan akupun merasa senang juga jika dia tidak dihukum hanya karena tidak membawa susu kotak.
Satu minggu kemudian, pengumuman pembagian kelas pun akan segera diumumkan. Dan kebetulan, aku pun sekelas dengan Khanza. setelah pembagian kelas, aku kebingungan harus duduk bersama siapa.  yang ku kenal hanyalah Khanza saja dikelas itu. Lalu akupun duduk sebangku bersama Khanza.
"Hai Asyraf, ternyata kitu sekelas yah." Sapa Khanza padaku
"Iya nih, haha."
"Eh, kita duduk sebangku saja yuk. Aku belum mengenal orang-orang teman sekelas kita. Aku baru kenal kamu saja."
"Iya deh ayo. Aku pun sama seperti mau belum mengenal teman-teman sekelas kita semua." Sahutku padanya.
Sebenarnya aku merasa canggung duduk sebangku dengannya. karena dialah orang yang pertama kali memikat hatiku. perasaanku ini tidak seperti pada yang lain, rasanya perasaanku pada dia ini sangatlah berbeda.
Dan setelah lama sekali sejak ku sekelas dengannya, akhirnya Khanza menjadi sahabatku. Khanza adalah sahabatku yang terbaik. Dia mengetahui semua tentang aku. baik tentang cita-citaku, keluargaku, dan apa yang aku sukai dia tahu semuanya. dan dia selalu membantuku untuk terus belajar dan terus memotivasiku agar aku dapat meraih cita-cita aku karena aku dan dia mempunyai cita-cita dan prinsip yang sama ingin menjadi seorang dokter.  Walaupun Khanza berasal dari keluarga yang kaya, dia tetap tak sombong dan tetap berteman denganku yang hanya dari keluarga miskin.
Aku dan Khanza tidak hanya menjadi seorang sahabat, tetapi juga menjadi seorang partner dalam belajar dan kadang pula menjadi musuh ketika bersaing dalam nilai akademik. Walaupun begitu dia tetap orang yang baik padaku. Karena dia ikut bimbel, tak jarang dia juga ikut mengajarkanku tentang apa yang dia pelajari di bimbelnya dan sering pula meminjamkan ku buku dari bimbelnya untuk dipelajari oleh ku. Dan tak jarang pula dia selalu membantu ku ketika aku Berdagang di kelas dan di sekolah. Aku berdagang demi membantu kebutuhan ekonomi keluarga ku yang kekurangan.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Tak terasa aku sudah berada di penghujung masa-masa SMA. Dulu aku pernah memiliki niatan untuk mengutarakan perasaanku pada Khanza. Lalu ku mulai memberanikan diri untuk berkata kepadanya tentang perasaanku. Karena pada saat itu sedang jam istirahat, Aku mulai berbicara dengannya di kantin sekolah
"Za, Aku ingin bicara sesuatu denganmu."
"Iya Raf, silahkan. Apa yang ingin kamu bicara kan denganku."
"Gini nih Za, duh gimana ya mulai nya?"
" Ya udah ga usah canggung gitu lah. Kita ini kan Sahabat dari kelas 10, masa masih canggung aja sih."
"Gini za, sebenarnya aku tuh punya perasaan yang lebih sama kamu. Perasaan yang tidak hanya seperti seorang sahabat, tapi ini lebih berbeda. Sebenarnya aku..."
Bel masuk kelas pun berbunyi kembali.
"Eh raf, udah bel nih. Yuk balik ke kelas. Nanti saja kamu lanjutkan pembicaraan mu yang tadi." Ucap Khanza sembari menarik tangan ku menuju kembali ke kelas
 Akhirnya niat ku untuk mengutarakan perasaan ku pada nya tak tersampaikan. Ya sudahlah tak apa. Setidaknya ini tidak akan mengganggu belajar ku. Aku takut jika ku mengutarakan perasaanku padanya, maka hubunganku dengan Khanza menjadi berbeda. Jadi aku urungkan niat itu sementara waktu.
Beberapa bulan kemudian, hari kelulusan pun tiba. Aku dan Khanza lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Alhamdulillah aku lulus dengan meraih juara umum di sekolahku dan Khanza menjadi juara umum kedua. Alhamdulillah orang tuaku pun bangga dengan ku
"Alhamdulillah nak, Ibu dan Ayah bangga sama kamu nak." Ucap ibuku.
"Iya nak, Ayah juga bangga sama kamu. Walaupun kamu tahu Ayahmu hanya seorang pedagang kecil, tapi kamu tetap tak menyerah. Kamu dapat membuktikan bahwa kamu bisa" Ucap ayahku juga.
Pada saat itu pula, Khanza beserta Ayah dan Ibunya menghampiri aku dan orang tuaku.
"Oh ini yang namanya Asyraf, sayang?" Tanya ibu nya Khanza.
"Eh iya nih Tante, perkenalkan saya Asyraf. Dan ini pula orang tua saya." Ucapju pada  ibu nya Khanza.
"Oh iya. Sebenarnya tante ini ingin menawarkan program beasiswa padamu Asyraf. Karena kamu adalah orang yang berprestasi di sekolah ini dan kamu juga sahabat nya Khanza, Tante mau mengajak kamu dan Khanza untuk ikut Program Beasiswa kuliah Kedokteran di Luar Negeri. Untuk masalah pengurusan beasiswa ini akan tante beserta Ayah Ibumu yang mengurusnya. Kamu mau kan Asyraf?"
Mendengar hal itu, aku pun kaget sekaligus bahagia sekali. Akupun menyetujui Program Beasiswa itu. Alhamdulillah ternyata Allah memberikan rezeki yang tak terduga padaku.
"Ya Allah, Terimakasih banyak tante."
"Iya nih, terimakasih banyak ya bu sudah mau bantu anak saya." Ucap terimakasih ibuku oada ibu Khanza.
"Iya sama-sama bu. Lagipula ini juga sudah menjadi hak nya Asyraf. Khanza selalu bercerita pada saya tentang Asyraf yang ingin menjadi seorang dokter. Jadi saya pun segera mencari program beasiswa untuk Asyraf dan Khanza." Balas ibunya Khanza pada Ibuku.
Beberapa bulan kemudian, Aku dan Khanza pun pergi meninggalkan Indonesia menuju Inggris. Alhamdulillah program Beasiswa yang aku dapatkan dapat membawa ku kuliah di University of Oxford. Dan yang paling membuatku senang, aku aku dan Khanza tetap menjadi sahabat tak terpisah karena kita sama-sama berada di Fakultas Kedokteran.
"Za, sumpah aku tak pernah membayangkan akan kuliah disini. Terimakasih ya, berkat bantuan mu dan orang tua mu, aku dapat kuliah disini."
"Iya Raf, sama-sama. Aku pun ingin berterima kasih juga padamu karna tetap menjadi sahabatku sampai saat ini."
"Ah tak usah berterimakasih. Kita akan tetap menjadi sahabat kok."
Disaat itu pula, tiba-tiba Khanza menanyakan suatu hal padaku.
"Eh Raf, aku ingat waktu itu kamu pernah mau bicara sama aku tentang sesuatu. Sebenarnya apa sih yg ingin kamu bicarakan dengan ku?" Tanya Khanza padaku.
Sontak saja ucapan Khanza itu membuat ku kaget. Ku kira Khanza tak ingat dan lupa tentang hari itu. Tapi nyata nya tidak.
"Ah bukan apa-apa kok, Za."
"Ah masa sih, ya udah bilang saja. Ga usah malu-malu gitu lah. Kita kan Sahabat. Apapun yang akau kamu katakan akan aku terima kok."
 Mendengar ucapan Khanza, aku pun langsung menjawab nya
 " Begini Za, sebenarnya saat pertama kali aku bertemu dengan mu, aku sudah ada rasa sama kamu. Aku ingin kita lebih dari sekedar teman."
 "Maksudmu bagaimana, Za?"
 "Aku tidak berniat agar kita menjadi sepasang orang yang pacaran, tapi apakah kamu bersedia jika kelak kita bersatu menjadi keluarga?"
 "Hmm, bagaimana yah? Tetapi sebenarnya aku juga ingin menyampaikan hal yang sama dengan mu. Aku sudah menyukai mu dari pertama kita bertemu sampai dengan menjadi sahabat sampai sekarang ini. Dan untuk pertanyaan mu itu, maka aku bersedia jika kita bersatu kelak."
 Mendengar jawaban dari Khanza, sontak aku pun merasa sangat senang dan bahagia sekali. tak pernah kubayangkan bahwa dia memiliki rasa yang sama sepertiku. Sejak dari pertama kali kami bertemu hingga saat ini, dia tetap setia menjadi sahabatku.
 Beberapa tahun kemudian setelah aku menyelesaikan pendidikan ku bersama Khanza di Inggris, kami pun pulang ke Indonesia dan menjadi dokter di rumah sakit yang sama. Lalu enam bulan kemudian kami memutuskan untuk menikah. Setelah menikah, kami pun memutuskan untuk pergi Umrah bersama dengan kedua orang tua ku. Sungguh tak pernah ku membayangkan hal ini akan terjadi padaku. Dahulu aku hanyalah seorang anak dari keluarga miskin yang memiliki impian yang terlalu tinggu kini menjadi seorang insan yang berhasil mewujudkan impian dan cinta nya dengan sukses. Terimakasih Tuhan atas skenario mu yang berakhir indah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun