Mohon tunggu...
Riani Mayang Anggara
Riani Mayang Anggara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Komputer Indonesia

Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Komputer Indonesia yang hobi membaca, belajar menulis dan mencoba kegiatan baru lainnya

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Seorang Tulang Punggung yang Berjuang Demi Sesuap Nasi

8 Januari 2024   18:19 Diperbarui: 16 Januari 2024   08:52 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iyong Sedang bekerja dari rumah kerumah (Dokumen Pribadi)

Di daerah Warudoyong, Sukabumi. Hiduplah seorang ayah bernama Dede Ganda yang biasa di sapa oleh orang-orang dengan panggilan Iyong. Iyong adalah sosok ayah yang tak kenal Lelah dalam mencari nafkah untuk istri (Titin) dan ketiga anaknya (Tia siswa SMA,  Maya Siswa SMP, Ica siswa SD). Meski hanya memiliki pekerjaan serabutan, seperti menyewakan sepeda, bekerja sebagai tukang bangunan, bersih-bersih rumah atau kebun, mengumpulkan sampah plastik untuk dijual dan melakukan apapun yang bisa menghasilkan uang. Iyong selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarganya dan ia berhasil menyekolahkan ketiga anaknya.  Anak-anak nya pun bisa bersekolah dengan mendapatkan bantuan dari pemerintah dan juga menggunakan surat keterangan miskin. Walaupun dengan keadaan serba keterbatasan tetapi anak-anaknya semangat untuk mengejar cita-cita dan impiannya untuk menjadi orang besar dan bisa membantu kedua orangtuanya di masa tua.

Walau dengan keterbatasan kurang mendengar Iyong selalu bersemangat untuk melakukan segala pekerjaannya, walau pendapatannya yang tidak seberapa. " Paling juga sehari dapet uang 30 ribu itu juga kalo ada yang nyuruh paling sering nyuruh bersih-bersih, sewain sepeda juga ramenya kalo lagi libur aja, paling kalo pendapatannya lumayan mah kalo disuruh kerja bangunan da itu juga jarang yah kalo bangunan mah, iyong mah asal anak sama istri bisa makan aja."

Anak-anak nya pun bisa bersekolah dengan mendapatkan bantuan dari pemerintah dan juga menggunakan surat keterangan miskin. Walaupun dengan keadaan serba keterbatasan tetapi anak-anaknya semangat untuk mengejar cita-cita dan impiannya untuk menjadi orang besar dan bisa membantu kedua orangtuanya di masa tua.

Suatu hari, Iyong pada saat bekerja bangunan terjatuh dari tangga yang menyebabkan kakinya tidak bisa berjalan dan tidak bisa dulu untuk bekerja pada saat itu dan tidak bisa melakukan apa-apa selain diam dirumah . "Padahal waktu itu lagi semangat-semangat nya kerja dan bayarannya pun besar bagi saya bisa buat makan dan beli keperluan sekolah anak, eh malah jatoh dari tangga. Ya namanya juga musibah ya gaada yang tahu." ucap iyong.

Karena kejadian tersebut menjadikan perekonomian keluarga Iyong semakin parah. Maka, pada saat itu istrinya pun banting tulang membantu untuk mencari uang karena tidak ada pemasukan sama sekali. Istrinya (Titin) untuk mendapatkan uang sering menjadi tukang setrika dari rumah kerumah, jaga anak, berjualan makanan keliling. Bahkan anak-anak nya pun membantu untuk berjualan terutama anaknya yang paling besar (Tia) sehabis pulang sekolah sering membantu ibunya untuk berjualan dan ia tidak malu untuk berjualan keliling. "Ya lumayan pendapatannya dari nyetrika sama jualan, sehari bisa dapet 25 ribu atau bisa lebih kalo lagi rame. Paling kalo nyetrika dapetnya 50 ribu lumayan bisa buat makan sekeluarga ya walaupun dicukup-cukupin aja neng."

Ketika keluarganya bertanya mengapa Iyong begitu tekun bekerja dari satu tempat ke tempat lain dan tidak mengenal waktu bahkan ia sering tidak memikirkan dirinya sendiri hanya memikirkan keluarganya saja, ia dengan rendah hati menjawab "Ini adalah bentuk cinta dan tanggung jawab seorang tulang punggung keluarga  kepada istri dan anak-anak, saya akan melakukan apa saja demi keluarga saya asal mereka senang , bisa makan enak dan tidur dengan nyenyak, begitu aja saya udah bahagia, meski rumah kita sederhana dan berisiko tapi kita memiliki kebahagiaan dan  kebersamaan yang tak ternilai."

Melalui perjuangannya, Iyong mengajarkan pada anak-anaknya arti ketabahan dan kegigihan. Mereka diajarkan untuk menghargai setiap upaya kecil, bersyukur atas apa yang mereka miliki, ingin berusaha untuk mendapatkan apa yang kita mau dan harapkan dengan melakukan apapun yang mereka bisa asal dengan usaha yang halal. Meski rumah sederhana mereka rawan, tetapi di dalamnya tumbuh semangat, kehangatan dan kebahagiaan yang tidak tergoyahkan.

Dari kisah Inspiratif ini Iyong mengingatkan kita bahwa keberanian dan pengorbanan seorang ayah dapat menciptakan kehidupan yang penuh makna, bahkan di situasi sulit sekalipun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun