Aku menatap matamu yang malam, tak ada rembulan di sana, yang ada hanya kesepian berkepanjangan, menggagahi segala sudut suasana, seolah meyakinkan bahwa dia paling dunia.
Kemana perginya gemintang?
sementara kunang-kunang masih setia pada malam, membawa keindahan dan kenangan, memberi pesan bahwa gelap ini hanya tempat untuk menyiasati hari, wujudkan keinginan yang hanya sebatas mimpi.
Aku telusuri tanganmu yang sungai, semusim kemarau, hanya ada bebatuan landai bersama lirihmu yang mendesau, isyaratkan bahwa hujan telah kering, tak ada lagi tabah seperti bulan Juni.
Kemana perginya seyumanmu yang serupa air mengalir itu? dulu memanjang memberi kehidupan, tumbuhkan harapanku yang ranggas, menjadi tunas-tunas keinginan; kini perlahan hilang dan kering tersapu resah semusim kemarau.
Aku bertanya pada dadamu yang lapang, Â kemanakah ruang hati tempat hari-hari seakan abadi.
Bandung, 08 November 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H