Mohon tunggu...
Riandi Wibowo
Riandi Wibowo Mohon Tunggu... -

Pemulung ditanah beta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pelangi di Pantai Selatan

1 Juni 2013   18:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:40 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang Proklamator sekaligus Presiden pertama bangsa ini benar-benar telah menunjukan rasa cintanya pada kota kabupaten Palabuhan Ratu. Ide dan gagasan beliau pada tahun 1954 saat itu telah dirampungkan pembangunannya dan kini masih berdiri dengan megahnya. Samudra Beach Hotel kokoh menghadap garis pantai selatan menambah warna keindahan birunya Samudra Hindia. Tidak ada sumber informasi yang pasti dan akurat bahwa Bung Karno benar-benar telah menikmati hasil kreasi imajinasinya. Seolah semangatnya yang tidak pernah padam, beliau tetap ingin mengukirkan namanya dengan menuntun cakrawala kita. Ide-idenya yang cemerlang seakan tidak pernah kuno dan lekang dibibir manusia modern saat ini. Dia ingin memberitahu dunia bahwa ada surga di provinsi Jawa Barat yaitu kota Kabupaten Palabuhan Ratu.

Hampir enam puluh delapan tahun sudah bangsa ini merdeka. Dinamika sosial,politik,ekonomi dan budaya dicitrakan ganti berganti melalui media. Konflik sosial terjalin mesra dengan sejuta persoalan yang selalu setia menghadang seperti kawan atau lawan mengukir wajah bangsa dan negara ini. Pun demikian yang dialami masyarakat Kabupaten Sukabumi. Kebutuhan sektor energi nasional seakan boleh meletakan asa,dosa atau nafsu supaya bisa bersinergi dengan godaan keindahan alam bagi para wisatawan dan pecinta Kota Palabuhan Ratu. Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang berbasis pada batu bara sekarang telah berdiri dengan senyuman penuh makna, yakni solusi kebutuhan energi nasional yang berkearifan lokal dan prikemanusian  untuk seluruh rakyat Indonesia.

Kebijakan pemerintah pusat dan dukungan pemerintah daerah  untuk pembangunaan PLTU adalah bentuk ekspresi kepedulian pada kota kabupaten yang berpenduduk kurang lebih 2,4 juta jiwa ini. Kita mesti membayangkan bahwa ini akan menjadi akar-akar kebaikan atau persoalan yang kelak melahirkan sekian banyak harapan untuk generasi yang akan datang. Setiap warga Kabupaten Sukabumi yang mayoritas berprofesi nelayan,petani,peternak dan pekebun berhak berbangga hati bahwa kedepan sungguh-sungguh akan memetik harapan indah. Bukan janji-janji palsu yang akan hadir menggetarkan hati,menelurkan benih dendam yang akan merusak toleransi dan sendi-sendi anyaman kebhinekaan yang sudah sekian lama telah dirajut oleh pahlawan-pahlawan jiwa bangsa ini.

Tidak ada niat untuk menyakiti atau menakut nakuti. Cepat atau lambat pasti kita akan dihadapkan dengan banyak persoalan. Mau tidak mau harus cerdik,cekatan bergaul, berkompromi dan paham dengan yang namanya hitam putih masalah. Seni kemampuan untuk melihat prioritas utama kebutuhan masyarakat ditengah corak warna kebebasan, benturan budaya dan eforia demokrasi seakan mengendapkan kesadaran harga diri yang paling luhur bagi  bangsa ini demi uang dan kekuasaan. Ketuhanan,kemanusian, keadilan bagi seluruh rakyat,keluhuran ilmu dan kesadaran yang berharga diri, seakan semua itu sudah mandul dan tumpul, cair oleh panas serta lapuk oleh hujan. Sinar cahaya kasih yang dulu itu telah bias dan kabur hanya menyisakan terik panas mentari  yang benar-benar menusuk jantung,hati dan jiwa.

"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, sedang perjuangan mu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri", Sesungguhnya makna dan pesan "Bung Karno" diatas jelas, dia sendiri  yang dengan penuh kesadaran telah membayangkan alangkah bagaimana sulitnya perjuangan kita saat ini.  Seperti melihat dalam cermin suatu gambaran penjajah yang samar-samar, tidak diduga-duga bisa saja bersarang dibaju-baju kebesaran negara,kehormatan dan kesucian agama sehingga kita tidak dapat membedakan mana yang benar dan salah. Orang jahat dikira orang mulia, disangkanya malaikat utusan Tuhan.

Bagaimanapun juga kita ini hanya sebagai manusia, sebagai rakyat, abdi negara atau pemuka agama yang sedari dulu mempunyai nostagia akan keterbatasan kesadaran dalam menghadapi setiap ragam masalah dan peristiwa, semua adalah keajaiban karunia Tuhan yang sangat jelas dan demikian nyata untuk indera kita. Namun keterbatasan bukan menjadikan kita tenggelam berduka,hanyut dan terdiam tanpa ada aksi semangat yang menggelora untuk membalas tiap tetes darah dan keringat perjuangan pahlawan tempo dulu. Buktikan bawa kita sebagai rakyat mampu memiliki kesadaran yang berharga diri, kuat dan mampu hidup dalam keprihatinan, menjadi karang yang senantiasa tegar diterpa ombak pantai selatan.

Benar memang suara rakyat adalah suara Tuhan?. Lantas apa pantas kita sebagai rakyat menuntut hak tiap jengkal tanah air ini, menuntut kesungguhan abdi negara melayani kami sebagai rakyat. Ironis memang  jika mereka sebagai abdi negara harus selalu mendengar dan melayani tuntutan, sementara kita tidak pernah berani tanya  dengan jujur kepada Tuhan, apakah pantas Iblis dan Malaikat bersujud pada kita sebagai manusia,abdi negara, dan rakyat???  (01/06)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun