Hai, namaku Suni. Saat ini usiaku baru menginjak 12 tahun. Ya, baru lulus SD. Setelah ini rencanaku melanjutkan sekolah ke SMP di dekat rumahku saja. Teman-temanku juga banyak yang mau melanjutkan ke SMP itu, namanya SMP Tunas Bangsa. Jarak sekolah ke rumahku enggak dekat-dekat amat sih, dibilang jauh juga enggak. Kira-kira kalau jalan kaki, 10 menit sudah sampai.
Agustus 2015
Hari pertamaku masuk sekolah. Seperti masuk SMP pada umumnya, hari pertama hanya perkenalan-perkenalan saja, masih memakai seragam SD pula. Di SMP Tunas Bangsa ini setiap penerimaan siswa baru selalu diawali dengan yang namanya MOS (Masa Orientasi Siswa) mungkin di sekolah-sekolah lainnya juga sama, ya?
Hari pertama, panitia MOS yang mana orang-orangnya adalah kakak kelas yang menjabat sebagai pengurus OSIS. Mereka memberikan informasi kalau besok harus masuk kembali dan membawa barang-barang sesuai yang mereka minta. Bawa makanan yang namanya dirahasiakan dengan tebak-tebakan, seperti dirusuh membawa Pitza Sunda, berarti yang harus dibawa adalah bala-bala alias bakwan, Ufo Mendarat di Gunung Salju, berarti kita disuruh membawa nasi putih yang di atasnya ada ceplok telor. Kaya gitu-gitulah perintahnya. Mungkin kamu juga pernah mengalami.
Selain itu, mereka juga meminta kami si anak baru harus memakai atribut yang mereka minta, seperti papan nama dari kardus, tas dari karung bekas beras, topi dari bola plastik yang dibelah dua, logo SD disaku diganti dengan satu sachet JasJus. Memang merepotkan dan menyebalkan! Tapi apa boleh buat, kami sebagai anak baru harus menuruti semua perintah panitia MOS. Kalau enggak, ya harus siap menelan hukumannya.
Hari kedua, saat aku tiba di gerbang masuk sekolah, panitia MOS alias kakak OSIS sudah siap berdiri sok gagah tepat di pintu gerbang. Bukan menyambut dengan senyuman, tapi gaya sok seram dan sok keren yang ia perlihatkan.
"Mana topi sama papan namanya?" tanya panitia MOS kepadaku dengan nada ketus.
"Ada di tas, kak," jawabku pelan karena takut.
"Pake dong, kan kami nyuruhnya dipake bukan buat dibawa saja!" bentaknya.
"Baik kak," jawabku lagi sambil berusaha mengeluarkan topi dan papan nama.