Antara Keadilan dan Deskriminatif
Oleh Rianda Usmi
Berbicara mengenai hukum,sangat erat sekali hubungannya dengan warga negara. Hukum didalam suatu negara dibuat sebagai peraturan yang mengatur seluruh kehidupan warga negaranya, mengatur keadilan, kepastian dan melindungi mereka baik itu didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, supaya terwujudnya kehidupan masyarakat yang tentram, tertib, aman dan damai.
Pada dasarnya dalam negara hukum, setiap warga negara memiliki kedudukan hukum yang sama dihadapan hukum. Di Indonesia hal tersebut sesuai dengan yang diatur didalam konstitusi negara Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Namun belakangan ini, kasus-kasus hukum yang terjadi mempertanyakan eksistensi keadilan hukum di Indonesia tercinta. Apakah hukum hanya indah dalam tulisan dan senyatanya tidak pernah ada rasa keadilan yang dirasakan. “ hukum semakin kebawah semakin tajam, dan keatas semakin tumpul.
Cerminan keadilan hukum di Indonesia terlihat dari beberapa kasus hukum belakangan ini, perbandingan kasus yang menjerat nenek asyani seorang nenek tua renta dan penganiayaan yang dilakukan oleh Rasman kuasa hukum BG bisa menjadi anggapan publik terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul dan pernyataan akan kekuatan hukum bahwa menghujam orang yang lemah dan tumpul pada orang yang berkuasa itu benar.
Nenek Asyani vs Razman
Nenek Asyani 65 tahun, seorang wanita tua renta Dusun Kristal, Desa Jatibanteng, Situbondo, Jawa Timur didakwa mencuri 7 batang kayu milik Perhutani yang dijerat dengan Pasal 12 Huruf d Undang-Undang (UU) No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H). Ancaman hukumannya paling singkat setahun dan maksimal lima tahun. Dan hingga kini Sang Nenek telah mendekam 4 ( empat ) bulan dipenjara sejak 15 Desember 2014.
Sementara Razman Nasution seorang advokat yang juga menjadi kuasa hukum Budi Gunawan terjerat kasus tindak pidana penganiayaan dan hanya divonis 3 bulan penjara oleh pengadilan. Putusan itu merupakan putusan kasasi Mahkamah Agung atas ajuaan kasasi razman setelah pada pengadilan tingkat banding dimedan. Terkait kasus hukum Nenek Asyani dan Razman memang dua kasus yang berbeda, namun dari berbagai sudutpandang yang bisa digunakan, kita bisa membaca atau mengkaji “keadilan” dari dua kasus tersebut. Secara umum kita tidak berfokus pada dua kasus tersebut, akan tetapi bagaimana kita mengantisipasi agar kasus yang serupa tidak terjadi lagi kepada asyani-asyani yang lainnya.
Dari kasus Nenek Asyani dan Razman tersebut, menjadi refleksi potret hukum bangsa ini, apakah keadilan sudah ditegakkan atau apakah masih ada unsur-unsur deskriminatif didalam hukum Indonesia. Hukum ada untuk menegakkan keadilan dan memang sudah seharusnya para lembaga dan aparat penegak hukum Indonesia berusaha untuk mewujudkan keadilan bagi setiap warga negaranya sertamencegah bahkan menghilangkan praktik-praktik deskriminasi dalam ranah hukum di Indonesia.
Untuk itu, pemerintah dan aparat penegak hukum harus menjunjung tinggi keadilan dalam setiap kasus hukum di Indonesia, indikasi keadilan harus menjadi pilar yang pertama dan utama untuk ditegakkan. Jadi para penegak hukum sebelum memutuskan putusannya harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi pihak-pihak yang terjerat kasus hukum dengan seadil-adilnya. Tidak hanya pemerintah dan aparat penegak hukum, semua elemen masyarakat harus ambil andil dalam menegakkan keadilan, agar terciptanya kehidupan yang harmonis, tertib, adil, dan damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H