Fenomena Penyebab Siswa Suka Cabut di Jam Belajar
Sebagai guru, menghadapi siswa laki-laki memang rada beda dari siswi putri. Siswa laki-laki sering cabut dalam belajar. Siswa yang sering "cabut" tentu menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Fenomena siswa laki-laki ini cabut terjadi tiap tahun belajar.
Jumlah mereka sih tak banyak. Ada 4, 5, atau 6 siswa per kelasnya. Meski sedikit per kelas tapi bila dikalikan sebanyak jumlah kita mengajar, akhirnya total mereka banyak juga. Seperti saya, mengajar 5 kelas. 5x4 = 20 siswa bila yang cabut rata-rata 4 siswa laki-laki perkelasnya.
Lokal 9F misalnya ada siswa berinisial L, R, I, dan B. Begitu juga kelas 9G ada siswa berinisial F, Z, R, dan R. Kelas 9H begitu juga ada siswa berinisial F, J, F, dan D. Di kelas 9I ada pula siswa berinisial F, R, dan A. Sementara di kelas 9J ada pula inisial F, R, A, N, dan G.
Mereka izin dengan alasan ingin ke toiet. Namun, hingga jam berakhir tak kembali. Setelah diutus detektif cilik untuk memantau ternyata mereka bergabung dengan kelas lain cabut. Untuk tindakan awal nama mereka dicatat dulu berdasar sumber detektif cilik.
Faktor apa yang paling sering kita temui penyebab mereka cabut? Apakah lebih karena kurangnya minat belajar, pengaruh teman, atau ada alasan lain? Apakah strategi khusus untuk mengatasi masalah ini di kelas diperluka? Misalnya, pendekatan personal atau metode pengajaran yang lebih menarik bagi siswa laki-laki.
Fenomena siswa laki-laki yang suka "cabut" atau bolos saat proses belajar adalah persoalan yang cukup kompleks dan tidak bisa dijelaskan dengan satu alasan saja.Â
Ada beberapa faktor yang sering memengaruhi perilaku mereka cabut dalam belajar setelah bertahun-tahun diamati dan dicatat sebagai guru, antara lain:
Pertama, Kurangnya Minat Mereka pada Mata Pelajaran
Siswa laki-laki ternyata malas membaca dan menulis. Terutama dalam mateei Bahasa Indonesia. Mereka merasa bahwa materi yang diajarkan tidak relevan dengan minat atau kebutuhan mereka. Ternyata, mereka suka bola. Artinya mereka suka berupa aktivitas fisik. Berlari mengejar dan memperebutkan bola.
Mata pelajaran Bahasa Indonesia dianggap membosankan atau terlalu teoretis sering membuat mereka kehilangan motivasi untuk tetap berada di kelas. Ditambah lagi malas membaca apalagi menulis. Lalu bagaimana solusinya?