Bagi banyak orang di luar generasi ini, tentu melihat ketergantungan mereka pada teknologi disalahartikan sebagai tanda "kemalasan" atau "kebodohan". Generasi Z tak mampu bersikap di sekolah seperti generasi sebelumnya.
Istilah "generasi zonk" pun muncul dalam diskusi tentang ketergantungan ini, seolah-olah kemampuan multitasking dan penguasaan teknologi modern mereka menunjukkan ketidakmampuan untuk berpikir kritis atau kreatif.
Mereka tak menghargai guru, teman, orangtua karena biasa berhadapan dengan teknologi. Teknologi semisal Android, Notebook, laptop, dan perangkat lain. Berinteraksi dengan robot-robot teknologi tentu tak butuh sikap harga menghargai.
Pentingkah Memahami Karakter Generasi Z
Memahami karakter Generasi Z sangat penting karena mereka tumbuh di era digital yang penuh dengan perubahan cepat dan tantangan unik.
Teknologi, keterbukaan terhadap keberagaman, serta kepedulian terhadap isu-isu sosial menjadikan mereka generasi yang berbeda dari sebelumnya.
Tanpa pemahaman yang tepat kepada mereka, kita bisa salah kaprah dalam menilai mereka. Bahkan bisa menimbulkan perlakuan yang dapat merugikan masa depan mereka. Sebagai generasi yang cueks atau tak berkarakter.
Sebaliknya dengan pendekatan yang sesuai, kita dapat menggali potensi besar mereka dalam beradaptasi, berinovasi, dan membentuk masa depan yang lebih inklusif. Ya, mereka juga Generasi Inklusif.
Inklusif berarti, mereka generasi yang menerima dan menghargai keberagaman, baik itu dalam hal ras, budaya, agama, gender, atau pandangan hidup. Mereka dibesarkan digital. Bukan lagi dongeng para Nabi atau dongeng Cerita Rakyat.
Mereka tidur ketika guru menerangkan pelajaran. Lalu aku tanya, "Adakah Ibumu atau Ayahmu bercerita atau mendongeng ketika jelang tidur?" Mereka menggeleng.
Sikap inklusif mereka mencerminkan keterbukaan terhadap perbedaan dan upaya untuk menciptakan lingkungan di mana semua orang merasa diterima dan dihargai, sebatas apa yang mereka dapati di game atau bahan ajar guru Daring mereks.