Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Dunia Terbalik pada Anak Kedua, Kecil Mandiri dan Besar Manja

22 Januari 2023   06:01 Diperbarui: 22 Januari 2023   07:19 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, mulai kelas 2 SD, ia sedikit berubah. Sorot mata sipitnya berubah perlahan sadis dan sinis. Kala itu, ia tak dapat juara di kelas. Hanya ranking 4. Sorot mata guru kelasnya juga sama kala itu. Aneh. Hingga sekarang masih terbayang oleh saya sorot mata guru itu.

Cuma, saya khilaf bertanya, ada apa? Anak pun tak ada bercerita. Ia telan sendiri. Ketika duduk di kelas 3, ia kembali ceria. Namun, saat di kelas 4 kembali berubah. Seperti di kelas 2. Hanya saja saya amati tak terlalu serius. Saya pun mendiamkan saja.

Ketika kelas lima, ia mulai sibuk ikut tahfizh Quran, olimpiade matematika, IPA, dan mapel agama. Selalu juara meski cuma juara 2 untuk semua cabang. Demikian juga saat lomba Kata (karate) di Lemkari Padang Panjang, ia juara 3.

Saya bangga padanya, namun ekspresinya berbeda dengan saya. Ia tak bahagia. Ia pun terlihat biasa saja. Hingga di kelas 6 Sekolah Dasar, ia kembali menemukan guru yang tak sesuai kriterianya. Si guru IPA-nya.

Meski ia sudah menginap satu minggu di hotel dengan guru itu, untuk persiapan olimpiade IPA tingkat Provinsi, terlihat ia tak akur dengan wali kelasnya itu.

Demikian juga kelas 7 dan kelas 8 SMP, ia nampak tak bergairah belajar. Barulah di kelas 9 SMP dan di SMA kelas 1, ia terlihat kembali bahagia. Dari sinilah saya sadar bahwa pribadi anak saya tak suka mandiri di usia sekolah.

Ibaratnya, dunianya terbalik. Ketika kecil mandiri, tak suka disayang-sayang, ternyata sesudah besar, ia akan bersemangat jika guru yang mengajarnya tidak kaku, inklusif, adaftif, dan objektif. Nampak sekali jika guru menyukainya maka ia pun akan bersemangat dan bergairah belajar.

Duh, saya ingat-ingat kembali bahwa di tiap tahun genap, ia selalu dapat guru kaku  dan tak supel. Sejak itu saya pun sadar, anak butuh pelukan saya mamanya, dukungan, dan selalu mencium pipinya jika bertemu dan berpisah. Pergi sekolah dan pulang sekolah, pulang dari masjid, atau pulang dari bermain futsal.

Tak mungkin saya bisa meminta guru agar perhatian kepadanya. Saya mamanya yang harus menyupport. Tak boleh lengah. Saya harus melunasi hutang kasih sayang di masa kecilnya. Sungguh luar biasa ilmu psikolog dan parenting yang menyebut, setiap anak beda sifat dan karakternya. Beda pula memperlakukannya. He he he.

Ayah bunda, ia tak malu disayang di hadapan teman-temannya. Malah semangat dan senyum. Teman-temannya pun ikutan senyum-senyum. Bisa jadi mereka pun sama di keluarga mereka. Rindu kasih sayang masa kecil.

Kasih sayang yang tak mereka dapatkan, ternyata mereka jemput kembali di usianya saat ini. Ia pun tak bisa ditegasi, tapi harus dilembuti. Duh, beda banget dengan karakter saya dan guru di sekolahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun