Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Guruku

15 Oktober 2022   12:54 Diperbarui: 15 Oktober 2022   13:00 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Pagi-pagi sekali Guruku menyapa pasar,
Menyapa sayur untuk dipertemukan dengan nasi dan ikan teri di piring plastik sebelum berangkat sekolah usai menegakkan shalat subuh berjamaah di langgar.

Di pasar Guruku melayangkan mata dan senyum kepada sayur yang merebah cantik di asoi besar penjual dan pandangannya kini bersirobok anak lelaki 13 tahun dengan sekarung bawang perai yang Oh Tuhan, bukankah itu anak muridnya, Bahar? Ini ternyata memang Bahar Andalan.

Seorang siswa pintar pagi-pagi buta memikul sekarung bawang perai "Bahar! Apa yang sedang kamu lakukan, nak?" Bisik hati Guruku.

"Ah Ibu, aku sedang mengangkat bekal sarapan kami." 

"Ibuk tahu Bahar. Tapi kenapa pagi-pagi begini? Bukankah kamu akan sekolah pagi?"
Miris angan Bu Guruku menyaksikan kegetiran pilihan hidup Bahar Andalan.

" Tak ada pilihan. Ayah sakit beberapa hari ini, biasanya ayah yang mengerjakan ini. Juragan ayah sudah meminta ayah untuk bekerja lagi atau dia akan dipecat, maka aku menyelamatkan pekerjaan sampai ayah maju.

"Heh Bahar, cepat angkat karung kau, mendongeng pula kau! Kau seperti ayahmu yang penyakitan itu, jika saja kau tak menggantikannya, sudah kupecat dia." sorak Juragan ayah Bahar galak.

"Maafkan aku dan Guruku Juragan."

"Maaf ya, Buk, aku tak bisa...

"Pergilah, jangan sampai kamu terlambat ke sekolah." Senyum Guruku pilu membiarkan air mata menyapa pipinya yang tirus dan tak berdaya mencumbui kemiskinan yang juga setia menemani hidupnya dan muridnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun