Awas Denda Puluhan Juta, Periksa Lagi Meteran Listrik di Rumah inilah wacana kita hari ini kompasianer. Semoga kompasianer belum pernah tertimpa kasus ini.
Listrik dan air merupakan dua hal yang sangat primer dalam kehidupan kita.Tanpa listrik semua kegiatan di rumah akan stop. Roda kehidupan akan terganggu. Mengecas Hp, mengecas laptop, komputer, blender, penarik sanyo air sumur, memasak nasi, bahkan penerang ruang gerak kita.Â
Semua ketergantungan dengan listrik. Mulai dri kebutuhan pakaian, mencuci dengan mesin cuci, menyeterika, apalagi dunia usaha loundry, cafe, kantor, dan perusahaan kecil hingga raksasa. Butuh pasokan listrik. Semua alat digerakkan oleh listrik.
Listrik dan air sama seperti anak keberadaannya dalam hidup kita. Butuh perhatian dan belaian si pemilik. Kita harus awas dengan perkembangannya. Biasanya rakyat kecil sangat awas akan angka-angka yang terukir pada meterannya. Takut tagihan tinggi karena uang memang susah di era ini.
Namun, kalangan berduit, suka cueks dan tak peduli akan angka-angka itu. Mereka biasanya cukup gesek dan bayar. Tapi ada juga lo saking tak pedulinya hingga nunggak berpuluh juta tagihan listrik.
Awas Denda Puluhan Juta, Periksa Lagi Meteran Listrik di Rumah atau Usaha.
Giliran usaha turun, baru nyadar jika tunggakan tinggi selangit. Kepedulian akan angka-angka di meteran perlu agar kita tak kaget jika suatu saat ada kejutan tagihan tinggi.
Saya masih ingat, sesudah pandemi cov-19 tercetus Maret 2020, tagihan listrik di rumah tinggi. Kata pihak terkait adanya proses warga di rumahkan tak boleh beraktivitas di luar rumah menyebabkan tagihan naik. Okelah.
Satu tahun berlalu sejak cov-19 2020. Di akhir tahun 2021 saya penasaran terus, kok tagihan listrik di rumah tetap tinggi. Hampir sama dengan tagihan sebelum cov-19 padahal di rumah anak kos sudah habis karena mereka sudah lulus  semua. Tiga kamar kos kosong.Â
Tiga kamar itu biasa berisi 10 anak. Tagihan listrik 240 ribuan per bulan. Setelah kamar kosong, tagihan masih berkisar 220 ribuan. Sementara tagihan air PDAM dari 150 ribuan per bulan saat ada anak kos, sudah lama turun menjadi 60 ribuan sebulan.
Saya pun komplain lewat layanan PLN sekian-sekian. Lalu saya disuruh memoto meteran, sesuai posisi angka di meteran. Tercatat sama dengan catatan petugas catatan di lapangan. Ketika saya konfirmasi ke petugas mencatat, katanya sifat pemakaian rekening listrik memang sudah punya reng atau rentangan.
Beberapa hari terakhir, memang bukan saya saja yang klmplain kepada pihak ini, banyak masyarakat yang mengeluhkan tagihan listrik PLN yang membengkak. Di media sosial beredar, kalau pelanggan PLN merasa kalau tarif listrik naik, terutama mereka yang masuk kategori pelanggan non-subsidi.
Pada saat komplain, kata petugas pencatat diketahui penetapan tarif listrik PLN dilakukan 3 bulan sekali oleh pemerintah. Untuk tarif April 2021 hingga saat itu dinyatakan tetap, yakni sama dengan periode 3 bulan sebelumnya sesuai tarif listrik terbaru PLN berdasarkan tegangan per triwulan II/ 2020:Â
Tegangan rendah Rp 1.467/kWhÂ
R-1/900 VA RTM Rp 1.352/kWhÂ
Tegangan menengah Rp 1.115/kWhÂ
Tegangan tinggi Rp 997/kWh
Bagaimana memastikan bahwa tagihan sudah sesuai dengan pemakaian daya listrik? Konsumen bisa mengecek secara mandiri penggunaan listrik bulanannya melalui aplikasi PLN Mobile, Contact Center PLN, ataupun website pln.co.id.
Menurut petugas penjawab pada contact, pencatatan petugas dengan foto sudah sama. Begitu pula kata petugas pencatat jika pemakaian kWh sudah sekian-----sekian sebelumnya, maka kemungkinan untuk turun seperti air PDAM itu tak akan pernah tedjadi. Hemat tak hemat pun tagihan akan tetap segitu. Aneh bukan?
Jadilah sejak pandemi hingga hari ini tagihan listrik saya pasca protes turun 20 ribuan lagi. Memang terasa aneh karena 2019 tiap hari menyeterika dan mencuci pakai listrik dengan jumlah kepala 16 orang, bayaran listrik tetap sama dengan jumlah kepala cuma 5 orang. Inilah yang saya komplain.Â
Artinya, ada ketidakpercayaan pihak PLN kepada pelanggan bahwa pelanggan sudah berhemat dan ada perubahan jumlah pemakai pada konsumen. Demikian juga usaha. Bisa jadi bangkrut, pindah, dan tutup usaha. Tentu kebijakan PLN dengan tagihan biasanya 1,8 juta turun menjadi 500 ribu bisa saja terjadi. Ini opsi jujur.
Bisa jadi karena kekakuan kebijakan penghitungan nilai kWh itu, ada konsumen memiliki ilmu lebih timggi dari pihak PLN, maka pihak ini menyiasati agar kWh listrik turun. Ini opsi tak jujur.
Sewajarnya, jika memang pihak PLN yakin tak bisa turun tarif bayaraan pihak konsumen karena sudah distel dan dipersiapkan meteran dan sistem hitung kWh sedemikian rupa boleh menyelidiki konsumen tersebut dan menuntut denda puluhan juta rupiah jika terbukti melakukan pelanggaran.
Adapun Jenis dan Golongan Pelanggaran Pemakaian Tenaga Listrik. Pelanggaran Pemakaian Tenaga Listrik Terdapat 4 (empat) Golongan Pelanggaran pemakaian tenaga listrik, yaitu :
- Pelanggaran Golongan I (P-I)Â merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya;
- Pelanggaran Golongan II (P-II)Â merupakan pelanggaran yang mempengaruhi pengukuran energi;
- Pelanggaran Golongan III (P-III)Â merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya dan mempengaruhi pengukuran energi;
- Pelanggaran Golonga IV (P-IV) merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh Bukan Pelanggan.
Dengan demikian, intropeksi PLN dan konsumen perlu untuk menyiasati tentang perlunya, "Awas terhadap Denda Puluhan Juta ini, Â Konsumen Perlu Periksa Lagi Meteran Listrik di Rumah. Cek secsra berkala sebelum jatuh tempo di PLN Mobile.
Jika terjadi peralihan usaha dan tagihan tinggi tak masuk akal, tentu langkah pertama melaporkan kepada pihak PLN agar dilakukan pengecekan hingga mungkin penggantian meteran. Bukan memilih jalan pintas dengan melakukan salah satu pelanggaran di atas.
Pelanggaran akan merugikan orang lain terutama Pihak BUMN dan saat ketahuan, kita pun terkena sanksi Denda Puluhan Juta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H