Jenuh tersenyum riang pada hati, pikiran, logika dan kejanggalan manusia berkeinginan menatap pagi dengan segenggam harapan untuk sekedar menikmati nikmat hayalan tenang menjawab kantuk sisa semalaman.
Jenuh berkolaborasi dengan tangan, pinggang, kaki, dan jari-jari lentik dengan kemalasan menyapa panci untuk sekedar mengisi kopi atau teh manis pahit mengusir malas yang memeluk pikiran di genggaman.
Jenuh menyisakan sensai pegal dan linu sekujuran tubuh dibalut selimut tebal ungu dalam wangi merayu merem mata mamuju dan rebah hati dikelonin hangat pasangkayu dalam nyanyian merdu ilalang merayu .
Jenuh mengantar kantuk pada dermaga pasangkayu dengan bisikan rindu pada raga mendayu tatap lautan biru seluas samudera hati merajuk di dasar laut menengelamkan harapan berjawab rindu dalam padi bersekam.
Jenuh aku menunggu bisik jenuh pada jenuh yang lain yang tak kunjung datang berkunjung ke ujung penantiaan melepuh terbakar perjanjian kesetiaan dan tenggang rasa bertetangga dalam nagari berantah .
Jenuh kini sendiri antara senyum, tidur, bermimpi tentang jenuh yang dinanti tapi tiada kunjung datang menyiangi semak hati jenuh lain yang tetap setia berkata menghibur diri sendiri dalam pelukan dermaga hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H