Selamat kita sematkan kepada Ananda kita yang sudah terpajang namanya di pengumuman SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi). Ajang ini sangat menentukan hebat tidak hebatnya sebuah sekolah. Lulusan sekolah hebat ini akan mendongkrak rating sekolah untuk menjadi pilihan orang tua cerdas, berkualitas, dan punya visi nun jauh ke depan bernama masa depan.Â
Meskipun hari ini Kurikulum Merdeka Belajar dan sistem PPBD zonasi mengerdilkan sedikit tentang penyebutan sekolah hebat. Namun, sekolah hebat di hati versi orang tua dan siswa tetap menjadi prioritas mereka.
SMA Satu Negeri tetap menjadi bidikan dan target mereka. Ketika jalur prestasi asrama membuka pendaftaran sekolah ini dan sekolah SMA unggul lainnya diserbu ribuan pelamar. Andai Menteri Pendidikan tak memberikan batasan waktu pendaftaran, batasan memilih, dan hanya boleh mendaftar di satu SMA berprestasi berasrama pasti mereka akan mencoba sekolah unggulan itu semuanya jika mereka tak lulus di SMA A.Â
Tapi Menteri Pendidikan ingin memberlakukan keadilan, mereka hanya boleh memilih 1 saja. Keputusan ini diambil agar mereka sama-sama memiliki peluang dan menghindari dua sekolah dengan satu nama siswa. Tentu hal ini merugikan kesempatan anak-anak lainnya.
Mereka lulus di SBMPTN, tidak lulus begitu saja, selain ber-SMA di sekolah hebat, mereka juga dididik oleh guru hebat. Merekapun berasal dari SD/MI hebat dan SMP/MTs hebat. Bahkan bimbingan belajar (bimbel) tetap pilihan mereka meskipun UN ditiadakan.
Motivasi mereka bisa menaklukkan SBMPTN dan lulus elegan. Berjuta-juta uang mereka keluarkan untuk mengikuti BIMBEL ini. Tidak hanya bimbel di dekat rumah, kepada guru di sekolah, tapi juga di lembaga-lembaga BIMBEL berkelas.
Rancangan orang tua menuju PTN hebat patut kita acungi jempol. Mereka sudah menyiapakan anak-anak mereka sejak dini. Inilah orangtua hebat dengan anak hebat mereka tetap butuh sentuhan sekolah hebat dan bimbel. Jadi pada tulisan ini penulis berani menjawab pertanyaan orang tua murid yang sentimen mengeluarkan uang untuk biaya pendidikan anak mereka.
"Sekolahkah yang hebat atau muridnya yang hebat? Pertanyaan ini dulu sering menyinggung guru. Jika murid yang hebat, dibuang saja buku ke bawah meja murid maka murid itu akan dapat. Begitu kata salah satu orang tua siswa ketika kami mengikuti rapat komite di sebuah sekolah.
Dulu begitu banyak guru honor di sebuah sekolah. Untuk memperjuangkan gaji mereka dari komite sekolah tak jarang keluar kata-kata kasar seperti itu dari segelintir orang tua kepada komite dan pihak sekolah. Pihak sekolah hanya bisa urut dada."
Keniscayaan sepotong roti akan datang di hadapan kita tanpa uang, tanpa paket, tanpa Gopay, dan tanpa aplikasi. Kolaborasi kelima komponen ini barulah sepotong roti akan datang ke hadapan kita dengan cara memesan. Istilah orang saat ini pesan online.