Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Istri yang Sabar

11 Juni 2022   11:48 Diperbarui: 11 Juni 2022   14:35 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Istri memang dituntut untuk sabar. Bahkan banyak situasi istri dituntut perkasa. Dilarang sakit dan sebagainya. Kadang suami meminta jangan berdandan kepada istri karena keposesifannya. Ya, jika ingin langgeng  jangan berdandan. Jika suami tak ingin kita bekerja. Ya jangan bekerja.  Memang riskan kadang dan di luar logika kita.

Utamakanlah selera suami agar kita bisa seiya sekata dengan suami. Sabar memang berat. Terutama buat istri-istri yang masih berusia muda. Tapi percayalah bahwa sabar bisa menundukkan suami kita. Apalagi jika kita selalu update untuk kebutuhan batin dan perutnya. Jika perut kenyang, mata akan mengantuk. Pun jika kebutuhan batin suami dipenuhi maka matanya akan mengantuk. Kapan lagi jelalatan. Pagi sampai sore bekerja dan sore hingga pagi dalam kendali kita.

Tidak hanya sabar kepada suami, sabar kepada suami juga meliputi sabar kepada keluarga suami. Terutama mamanya. Posisikanlah diri kita sebagai juga seorang ibu. Kita pun punya anak laki-laki. Kita sangat menyayangi anak kita. Pun demikian dengan ibu mertua kita. Sangat sayang pada anaknya. Wajar ibu mertua kita juga jeules dengan apa yang diberikan suami kepada kita. Ibunya pun ingin diperlakukan anaknya demikian. Istri dibelikan baju baru. Si mama mertua pun ingin baju baru. Fungsi kita istri mengingatkan suami kita agar berperilaku sama kepada ibunya. Jangan ragu. Dengan bersikap demikian percayalah suami akan makin sayang kepada istirinya. Lagi-lagi akan kita dapatkan suami yang menghargai kita. Karena pada dasarnya anak sayang pula kepada ibunya. Ingat, apa kita tanam maka itulah yang kita petik. Baik kepada ibu mertua maka mudahan kelak menantu menyayangi kita pula.

Memang, tak jarang pula kita temui mertua yang semena-mena kepada menantu perempuannya. Mertua yang membenci menantu. Banyak lagi kasus lain. Jika kita menemukan ini dalam kisah rumah tangga kita. Kembalilah istikharah. Minta pendapat Allah apakah layak kita berjuang untuk kelanjutan suami kita dan keluarganya. Jangan ajak suami apalagi keluarga suami adu jotos. Minta pendapat Allah lewat istikharah. In sya Allah hati mereka akan berubah lembut jika terbaik lanjut. Akan dapat suami atau keluarga baru jika bukan terbaik.

Demikian pula sebaliknya jika masalah datang dari keluarga pihak istri. Maka suami  bawalah istikharah. Mintalah pendapat Allah melali istikharah. Dengan istikharah kita wujudkan keluarga harmonis demi anak-anak tercinta kita bagi yang sudah punya anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun