Mohon tunggu...
Rianayanti Asmira Rasam
Rianayanti Asmira Rasam Mohon Tunggu... -

lkjfdjk

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

SDM BPJS: Jarum di Antara Jerami

25 Juni 2014   14:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:03 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sejak 1 Januari 2014, program Jaminan Kesehatan (JKN) resmi diluncurkan dan dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) melalui Peraturan Presiden No.12 Tahun 2013.BPJS Kesehatan merupakan tranformasi dari PT. ASKES, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan  merupakan transformasi PT. JAMSOSTEK dan direncanakan akan beroperasi pada tahun 2015.

Sebagai asuransi kesehatan publik, tujuan utama program JKN adalah pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia, yang menurut data Biro Pusat Statistik periode Juni tahun 2013  berjumlah 248,8 juta jiwa. Sedangkan menurut Direktur Kepesertaan BPJS Kesehatan, Sri Endang Tidarwati dalam pemberitaan Liputan6.com, terhitung  100 hari  JKN beroperasi yaitu per-tanggal 4 April 2014, peserta BPJS Kesehatan telah berjumlah 119.404.294.

Dari sisi pendanaan JKN, PerPres No. 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi, menyebutkan bahwa “Jasa pelayanan kesehatan di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) ditetapkan sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen) dari total penerimaan dana kapitasi JKN, dan sisanya dimanfaatkan untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan”.

Kontroversi

Sejak ujicoba hingga diluncurkan secara resmi, program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan terus diwarnai kontroversi dalam membangun sistem kesehatan (kendali mutu dan biaya) untuk melayani 243,6 juta orang Indonesia. Mulai dari tidak jelasnya perhitungan dana untuk manajemen rumah sakit, klinik dan dokter. Sistem TI dari BPJS yang lamban untuk mendukung sosialisasi dan akses informasi publik. Prosedur kepesertaan JKN yang lebih repot dari JAMKESNAS, daftar antrian pelayanan di faskes yang panjang, terbatasnya ketentuan obat yang dijamin BPJS, hingga permasalahan dana kapitasi yang harus masuk kas negara sebelum disalurkan sehingga banyak daerah belum menerima jatah pembayaran.

Dari sederet permasalahan yang kontroversial tersebut, nampaknya Sumber Daya Manusia merupakan “jarum diantara jerami” dalam pengelolaan sistem dan pengembangan mutu layanan kesehatan program JKN. Hal ini terungkap pada diskusi 100 hari BPJS Kesehatan yang dilaksanakan oleh Indonesia Hospital and Clinic Watch (INHOTCH) di Galeri Kafe, Taman Ismail Marzuki, tanggal 12 April 2014 yang lalu. Menurut Dr. Chazali Situmorang, Apt., M.Sc., PH., Ketua DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional), “melewati 100 hari berdirinya BPJS, DJSN masih melihat masalah SDM”. Dikemukakan pula bahwa “Sosialisasi dan pengembangan SDM terus diperbaiki. Tapi masalah ini butuh biaya besar dan proses rekruitmen yang ketat”.

Perencanaan SDM pada prinsipnya meliputi analisa mengenai jenis tenaga yang dibutuhkan, jumlah yang diperlukan, ketersediaan biaya, dan apa yang ingin dicapai. Dalam  buku yang berjudul Handbook of Human Resource Management Practice, 10th editition (p.368), Michael Armstrong (2006) menjelaskan beberapa tujuan dari maksud perencanaan SDM, diantaranya adalah;

·Antisipasi potensial problem terhadap kelebihan atau kekurangan tenaga kerja.

·Memperkenalkan sistem kerja yang lebih fleksibel untuk memperkuat kemampuan organisasi beradaptasi pada ketidakpastian perubahan lingkungan.

Mengutip artikel kompasiana berjudul “BPS Kedodoran: Rekruitment SDM Terlambaaat” yang ditulis Yaslis Ilyas, pada saat ini BPJS memiliki 4500 pegawai yang berasal dari  PT ASKES. Untuk melayani 121,6 juta peserta JKN yang ditargetkan tahun 2014, BPJS memerlukan tambahan 1600 tenaga kerja, sehingga total karyawan BPJS berjumlah 6.100 pegawai, dengan rasio 1: 19,934 (hasil dari 121,6 juta dibagi 6.100). Namun demikian, melihat banyaknya masalah dalam 100 hari program JKN pada tahun pertama , dengan penyesuaian target menjadi 121 juta peserta – maka  kebutuhan tenaga tambahan BPJS cukup 5.000 tenaga dengan ratio 1: 24.000. Dengan demikinan, BPJS hanya membutuhkan tambahan 500 tenaga kerja baru! Rencana anggaran terhadap 1.100 tenaga baru dapat dialihkan untuk alokasi biaya lainnya yang lebih strategis untuk menunjang operasional. Jika diasumsikan biaya gaji rata-rata sebesar Rp. 3 juta/karyawan/bulan, alokasi anggaran yang dihemat dari 1100 karyawan untuk satu semester adalah  Rp. 19,8 Milyar!

Penambahan 500 tenaga baru BPJS perlu difokuskan pada tenaga office atau back office, dengan penekanan kualifikasi problem solving sebagai strategi penguatan kemampuan organisasi, khususnya yang berhubungan dengan pengembangan sistem dan pengolahan data berbasis TI, yang menunjang aktifitas pelayanan informasi publik. Jenis pelayanan TI, selain bermanfaat mengurangi penggunaan kertas (paper less), kecepatan akses dengan dukungan akurasi data yang tinggi mampu mendongkrak  pelayanan berbasis on-line system. Seorang tenaga on-line dapat melayani 24.000 pelanggan dalam 50 hari kerja, dengan asumsi 480 pelanggan/8 jam/hari (1pelanggan =10 menit).

Mencermati salah satu persyaratan penerimaan pegawai BPJS, nampaknya faktor Tinggi Badan Minimal – Wanita 155 cm, Pria 160 cm  – mendapatkan perhatian khusus karena diterapkan secara ketat pada beberapa  tahapan proses seleksi.  Disampaing terkesan diskriminatif, faktor tinggi badan biasanya terkait tenaga Front Office dengan pendekatan physical performance untuk aktifitas yang bersifat pelayanan tatap-muka. Tenaga FO umumnya adalah tenaga administratif  bertipe “doing by order” yang minim inisiatif-inovatif, dan lebih banyak melayani keluhan pelanggan.

Oleh karena itu, BPJS perlu memfokuskan pada  kualitas tenaga berkarakter “problem solver” mengatasi sederet daftar masalah program JKN, daripada memperbanyak jumlah tenaga tetapi dengan kualitas yang pas-pasan! Apalagi dalam manajemen modern, fungsi SDM termasuk salah-satu dari pendekatan 6M, yaitu Man-Money-Material-Mechice-Methode-Market sebagai alat-alat manajemen (management tools). Dengan pendekatan fungsi 6M, ‘Man’ sebagai ‘M’ yang pertama merupakan transformasi dari sumberdaya. Bukan pendekatan ‘personalia’ sebagaimana  praktek ‘jadul’(jaman dulu). Artinya, unsur Manusia sebagai sumberdaya merupakan modal dasar utama dalam menggerakan suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan untuk dicapai.

Sumberdaya manusia perlu direncanakan, terseleksi, serta dikelola dengan baik, sehingga berdaya-guna (optimal dan maksimal), sesuai makna SDM  sebagai suatu investasi! SDM yang tidak terencana merupakan pemborosan yang berpengaruh signifikan terhadap energi, waktu dan uang. Ujung-ujungnya adalah kinerja! Sedangkan dalam konteks ‘sense of belonging”, Man sebagai ‘M’ yang pertama tidak dapat dipisahkan dari Market sebagai ‘M’ yang terakhir, baik dalam aktifitas organisasi secara internal maupun eksternal. Desk to desk service merupakan internal marketing dalam proses produksi suatu produk dan jasa! Pada aktifitas pemasaran (external), produk adalah Costumer Solution dalam metode 4C, yang merupakan pengembangan dari konsep 4P (product-price-place-promotion) . Terlebih diera globalisasi dengan iklim pasar bebas, aktifitas organisasasi /perusahaan - mau tidak mau - berorientasi pada pasar atau publik, dimana kepuasan pasar (pelanggan/konsumer) merupakan alat ukur kinerja yang telah baku.

Dalam konteks organisasi, BPJS perlu memisahkan diri sedemikian rupa dari budaya PNS dengan kecenderungan perilaku organisasi “dilayani publik” daripada “melayani publik” yang sudah membumi di Indonesia, yang berimbas pada  kinerja rata-rata BUMN/ BUMD yang pantas disebut memprihatinkan. Program JKN yang dikelola BPJS adalah Asuransi Kesehatan Publik yang sangat vital dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk menunjang pembangunan nasional. Bilamana kepesertaan masyarakat bersifat wajib dengan kewajiban membayar iuran , berapapun nilainya, maka kualitas pelayanan BPJS seharusnya juga bersifat wajib pula!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun