Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi memberikan perubahan yang besar dalam dunia jurnalisme. Jurnalisme yang dulu dikenal sebagai komunikasi satu arah berganti makna menjadi komunikasi dua arah. Komunikasi dua arah memungkinkan adanya interaksi antara pembuat dan penerima informasi.Â
Tidak hanya sebatas itu, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin maju juga merubah definisi dari berita. Berita yang dulunya bermakna mengabarkan peristiwa yang telah terjadi, berubah makna menjadi mengabarkan peristiwa yang sedang terjadi.
Salah satu ciri utama dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi adalah kecepatan dalam penyebaran informasi. Kecepatan dalam mengabarkan informasi yang aktual membuat sebuah media menjadi rujukan dari banyak pihak. Besarnya kebutuhan masyarakat akan sebuah informasi serta tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya informasi membuat masyarakat berlomba-lomba mengejar informasi dan bila perlu, merebutnya agar tidak disebut sebagai "ketinggalan zaman". Keadaan ini yang kemudian membuat semua media saling berlomba-lomba mengejar kata paling pertama, dan paling terkini dalam menyampaikan peristiwa yang terupdate.
Hal ini tentu berimbas pada tuntutan yang besar bagi kinerja seorang jurnalis. Pertama, seorang jurnalis dituntut untuk menuliskan berbagai informasi atau peristiwa yang didapatkannya secara cepat. Keadaan ini membuat dunia jurnalistik bergegas karena dikejar-kejar oleh waktu (aktualitas). Aktulaitas merupakan ciri berita.Â
Aktual berkaitan dengan tenggat waktu bahwa kejadian tersebut bukan berita basi atau terlambat memenuhi waktu pemutaran yang sudah ditetapkan pemimpin redaksi. Aktualitas menentukan tenggat waktu deadline. Sifat cepat mengetahui berita dan mendapatkannya berkaitan pula dengan kemampuan mengendus dimana mendapatkan dan caranya. Itulah yang dalam jurnalisme disebut "nose for news and where to get it".
Namun, aktualitas terkadang menjadi belenggu ketika berita yang diproduksi tidak sesuai dengan kaidah atau prinsip jurnalistik. Kita sering menemukan berita yang bahasa dan kaidah bahasa bakunya tidak diperhatikan, tidak cover both side, typo, penyampaian informasi yang singkat, ketidaksesuian antara judul dan isi pemberitaan hingga terabainya fungsi mendidik dan kontrol sosial. Hal ini tentu akan sangat merugikan masyarakat dan merusak esensi jurnalisme itu sendiri.
Kedua, seorang jurnalis juga dituntut untuk memiliki keterampilan lain yang dapat menunjang aktivitasnya dalam mencari, mengolah dan menyampaikan berita kepada publik agar terlihat lebih menarik untuk dilihat dan dinikmati. Keadaan ini membuat seorang jurnalis harus bisa bekerja secara mandiri dan ekstra keras. Namun, yang menjadi permasalahan ketika tidak semua jurnalis memiliki keterampilan tersebut serta tidak siap dengan tuntutan tersebut.
Dalam keadaan seperti ini, seorang jurnalis memerlukan sebuah alat yang praktis tetapi dapat menunjang aktivitasnya sebagai seorang jurnalis profesional. Smartphone menjadi jawabannya. Smartphone dapat membuat seseorang menjadi kreatif bahkan mampu untuk mendukung seseorang melakukan pekerjaan yang profesional baik sebagai juru kamera, alat rekam hingga fotografi.
Melalui smartphone seorang jurnalis dapat melakukan fungsi dan tugasnya secara baik. Mereka bisa mengoptimalkan penggunaan smartphone untuk menulis berita, memotret, merekam suara, mengambil video atau bahkan melakukan live report tentang sebuah peristiwa yang sedang terjadi.Â
Dengan kata lain, smartphone dapat memberikan kemudahan bagi kinerja seorang jurnalis. Penggunaan smartphone dalam kegiatan yang menujang kinerja seorang jurnalis penulis sebut dengan istilah jurnalisme android.
Jurnalisme android dapat membuat informasi sampai kepada khalayak menjadi lebih cepat tepat dan update karena jurnalis langsung menyampaikan setiap informasi yang didapatkannya dilapangan, terlebih dengan menambakan foto dan video yang semakin menggambarkan realitas yang sebenarnya.