Mohon tunggu...
Riana Dewie
Riana Dewie Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Simple, Faithful dan Candid

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Villa Belanda

1 Agustus 2015   22:29 Diperbarui: 12 Agustus 2015   06:51 1275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Villa Tua (www.ceritamu.com)"][/caption]

Lebay sekali keluarga saya ini. Cuma satu malam menginap saja, bawa barangnya kayak mau ngungsi satu bulan. Bantal, guling, selimut tak ketinggalan, padahal di vila ini disediakan. Kompor, gas, wajan, panci, pisau, piring dan semua bahan untuk memasak tersedia. Bahkan proyektor pun tak ketinggalan, dengan alasan biar bisa nobar alias nonton bareng film-film yang telah disipakan dari rumah. Tepuk Jidat.  

Waktu itu, tibalah mobil kami di sebuah villa di Kaliurang, Jogja. Saya turun dari mobil sambil ngolet kanan kiri, merilekskan kepala dalam hujan kabut yang dinginnya….alamak, mengiris kulit ari. Di depan mata, berdirilah sebuah vila tua, sepertinya sih peninggalan Belanda, dengan desain yang sangat klasik dan tegap. Tak mau terlarut kelamaan, akhirnya saya dan rombongan sebelumnya yang telah dulu sampai disana menurunkan banyak barang bawaan yang memeluk kami sepanjang perjalanan Jogja-Kaliurang, akibat minimnya ruang di dalam mobil.

“Ambil tikar dan bantalnya. Jangan lupa, kompor dan gasnya karena kita harus membuat seduhan panas untuk menghangatkan tubuh”, kata tante Rini.

“Iya tante. Ini sudah yang terakhir kok, semua sudah kami masukkan ke dalam”, jawab saya.

ini adalah liburan tahun baru yang tak biasa kami lakukan, yaitu menginap di Vila. Biasanya sih kami cuma jalan-jalan ke pantai atau ke pegunungan. Vila ini umurnya mungkin sudah lebih dari 50 tahun, dengan berbagai dekorasi rumah yang klasik, bangunan super tinggi, disediakan pula perapian untuk menghangatkan tubuh.

Satu yang membuat bulu kuduk saya berdiri dadakan tanpa disuruh, saat memasuki lorong itu. Lorong kecil diantara kamar-kamar yang saling berhadapan, gelap namun tinggi. Tiba-tiba terbayang film ‘The Conjuring’, pikiran saya melayang, imajinasi saya berlarian, hati saya berdegup kencang dan duarrrrrrrrrrr… Rasanya seperti ditikam reruntuhan bangunan vila tersebut dari atas saat pundak saya ditabok om Heri dari belakang karena dianggap menghalangi jalan.  

“Astagaaa.. Om, saya jantungan..” Teriak reflek saya atas kekagetan yang hampir membuat muka saya mencium tembok. Dia hanya tertawa melihat adegan saya yang mungkin dipikirnya lebih mirip film komedi dibanding kisah horor. Pikir saya, untung bangunan ini tidak runtuh beneran.

Malam itu, malam panjang. Suara jedar jeder dari langit hitam terdengar begitu lantang. Berloncatan kilatan api yang merangkai berbagai bentuk gugus indah di langit. Pemandangan indah ini saling bersahutan dari berbagai sudut malam itu, menandakan bahwa tahun baru ini telah sah. Di sela-sela tubuh kami yang menggigil, api unggun yang kami nyalakan di depan gerbang vila itu lumayan menyelimuti tubuh kami dari cekokan angin dingin yang merembes dari kepala ke kaki dan sebaliknya. Baju hangat pun tak lepas dari tubuh kami di malam yang penuh perjuangan itu.

Tiba-tiba saya pingin pipis. Ya ampuuunn… masalah nih, teriak saya dalam hati. Tak ada seorang pun yang beraktivitas di dalam vila. Ambyar dah ni pikiran, kebayang gimana horornya suasana di dalam, saya sempat berpikir untuk tak menghiraukan kegalauan karena kebelet pipis ini. Gak enak juga minta tolong orang untuk nganterin karena semuanya tampak hampir membeku di depan api unggun. Ya Tuhan, cobaan hidup apalagi ini? 

Okelah. Saya pikir, saya bukan anak balita yang lagi minta tetah. Bukan pula anak kecil yang minta gendong simboknya. Bak wonder woman, akhirnya saya melangkah menuju ke villa. Kaki melangkah dengan sangat lambat, kolaborasi antara takut dan menggigil. Sesampainya di depan, saya buka pintunya dan greeekkkk, suara pintu ini sedikit mengagetkan makhluk hidup di ruang ini, cicak pun mungkin kaget. Lalu, kebencian makin berkecamuk di hati. Bukan karena kebeletnya, tapi benci harus lewat lorong itu kembali. Kembali saya panggil Tuhan, agar dapat memata-matai saya dari jauh, agar saya diberi kekuatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun