Mohon tunggu...
Riana Dewie
Riana Dewie Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Simple, Faithful dan Candid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Kuda Ngamuk hingga Meninggal Gara-gara Klakson Bus

13 Desember 2016   07:33 Diperbarui: 4 April 2017   18:28 76046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi Usai Amukan Kuda, warung dan konter Hp porak poranda (dok. FB Aris Gelaktawa di ICJ)

Pak Sadiyo Memastikan bahwa Kudanya telah meninggal (Dok. Theresia Mega)
Pak Sadiyo Memastikan bahwa Kudanya telah meninggal (Dok. Theresia Mega)
Peristiwa ini sungguh memberi pelajaran bagi kita. Pertama, sebagai pengguna jalan raya, tolong lebih berhati-hati saat berkendara. Jika terpaksa membunyikan klakson, tolong dilakukan secara manusiawi, jangan sampai bunyi klakson (apalagi klakson modifikasi dengan bunyi yang memekakkan telinga) membuat orang lain jantungan bahkan mengganggu kenyamanan hewan kuda, energi utama penggerak alat transportasi andong. Kedua, jika ada peristiwa yang sama, dimana hewan di sekitar kita terluka karena apapun itu, tolong perlakukan dia seperti manusia. Apalagi jika ia hewan produktif yang tenaganya sangat dibutuhkan manusia. Perlakukan dia secara adil dan bijak, karena ia berhak mendapat itu.

Untuk pak kusir, semoga diberikan ketabahan. Beliau selain kehilangan kuda yang jika dinominalkan mencapai Rp. 15 juta, harus pula menanggung ganti rugi untuk seluruh tempat yang ikut rusak karena kudanya tadi. Pagi ini rencananya seluruh pihak akan bertemu untuk membahas kesepakatan terbaik di kantor polisi terdekat. Syukurlah, tak ada korban lain (manusia) dalam peristiwa ini. Tamu yang naik andong pun selamat. Harapan saya, supir bus yang membunyikan klakson tadi memiliki itikad baik untuk ikut bertanggung jawab dalam peristiwa ini. Tanpa bunyi klakson itu, mungkin semalam pak Sadiyo dan kuda betinanya sudah menikmati tidur malam yang indah, seperti biasanya.

Jauh beberapa waktu sebelum ini, di suatu perempatan Jogja, motor saya terhenti untuk mematuhi traffic light yang berwarna merah. Beberapa detik kemudian, persis di samping kanan saya, datanglah nafas yang terengah-engah, sungguh terdengar keras di telinga saya. Ia kelelahan, seperti habis melakukan perjalanan jauh dan berat. Dan memang itu yang ia perjuangkan bersama tuannya, walaupun kadang harus menerima pecutan untuk menyemangatinya, ia tak apa. Tak perlu menoleh, suara sepatunya telah menjawab siapa dia.

Riana Dewie    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun