Siapa yang tak kenal dengan ondel-ondel? Salah satu ikon megah Kota Jakarta ini kerap menghiasi perayaan-perayaan besar ibukota. Boneka besar dengan ornamen warna-warni khas Betawi ini merupakan simbolisasi dari penjaga kampung yang menjaga penduduk juga anak cucu dari segala macam bahaya, ancaman, dan wabah penyakit.
Seperti yang dikutip dari petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id, pada mulanya ondel-ondel disebut Barongan. Ondel-ondel sudah ada sejak dulu jauh sebelum VOC masuk ke Nusantara. Ondel-ondel dikenal sebagai budaya yang sakral, yang mana sebelum dan sesudah pembuatan ondel-ondel biasanya disediakan sesajen.
Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini ondel-ondel lebih sering digunakan untuk penyambutan tamu terhormat, dekorasi pada acara seremonial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, festival budaya masyarakat, juga acara publik lainnya.
Namun, dalam beberapa tahun belakangan ini, ondel-ondel marak digunakan sebagai sarana untuk mengamen di jalan-jalan bahkan gang perkampungan. Ondel-ondel diarak dengan diiringi musik oleh beberapa orang sambil menyodorkan topi atau ember kecil untuk meminta sedikit uang.
Ondel-ondel merupakan ikon megah Kota Jakarta yang memiliki seni dan sejarah bagi masyarakat Betawi. Ondel-ondel sudah sepantasnya ditempatkan di tempat-tempat yang terhormat. Sehingga anak-anak dan seluruh lapisan masyarakat dapat mengenal dan menghormati ondel-ondel sebagai budaya Betawi.
Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Iman Satria, ia mengaku miris saat melihat ondel-ondel berkeliaran di jalanan untuk mengamen. Ia meminta agar Perda Nomor 4 tahun 2015 tentang Kebudayaan Betawi direvisi agar dapat menindak pengamen ondel-ondel.
Pemprov DKI Jakarta juga menilai ondel-ondel yang selama ini digunakan untuk mengamen hanya digunakan untuk meminta-minta uang dan tidak bisa dinikmati nilai seninya.
Namun di sisi lain, ondel-ondel merupakan sumber mata pencaharian bagi sebagian orang. Para perajin ondel-ondel dan seniman jalanan menyatakan keberatan hati jika pengamen ondel-ondel dilarang beroperasi. Mereka berpendapat bahwa dengan cara inilah kebudayaan Betawi tidak hilang dan anak-anak kecil dapat mengenal budaya Betawi khususnya ondel-ondel.
Mengamen dengan ondel-ondel juga merupakan sumber mata pencaharian mereka untuk bertahan hidup, yang juga dapat mengurangi angka pengangguran dan kriminalitas.
Sejarawan JJ Rizal pun turut mengingatkan Pemprov DKI Jakarta mengenai sejarah tahun 1950-an ketika pengamen ondel-ondel dianggap memalukan oleh Wali Kota Jakarta Soediro dan sempat dilarang. Namun dampaknya justru ondel-ondel terancam punah.
Mengulik lebih jauh lagi, saya akan mengkategorikan ondel-ondel menjadi dua kategori. Yang pertama, pengamen yang memiliki keterampilan. Pengamen ini mengerti bagaimana ondel-ondel seharusnya diarak. Mereka mengenakan pakaian rapi dengan dua ondel-ondel dan alat musik lengkap.