Buang sengkala "Ruwatan Masal"
     Â
 Nganjuk, Juli 2024- Dilansir dari Wikipedia Ruwat adalah salah satu upacara dalam kebudayaan Jawa yang ditujukan untuk membuang keburukan atau menyelamatkan sesuatu dari sebuah gangguan. Seseorang atau sesuatu yang telah diruwat diharapkan mendapat keselamatan, kesehatan, dan ketenteraman kembali. Gangguan dalam hal ini dapat berupa banyak hal, seperti nasib buruk, terkena ilmu hitam, atau makhluk gaib. Oleh karena itu, Ruwatan merupakan upacara yang bertujuan membebaskan seseorang yang diruwat dari hukuman atau kutukan yang membawa bahaya.     Â
Pada umumnya, pangruwatan dilakukan dengan pagelaran pewayangan yang dilakukan oleh Ki Dalang khusus memiliki kemampuan dalam bidang ruwatan. Pada ritual pangruwatan, menurut kepercayaan masyarakat Jawa, kesialan dan kemalangan sudah menjadi tanggungan dari dalang karena anak sukerta sudah menjadi anak dalang. Karena pagelaran wayang merupakan acara yang dianggap sakral dan memerlukan biaya yang cukup banyak, maka Yayasan Pondok Al-Komar mengadakan Ruwatan Masal. Hal ini orang yang mau ruwatan untuk membayar mahar yang telah di tentukan oleh pihak yayasan tersebut. Bertempat di Yayasan Al-Komar, Pakuncen Patianrowo Nganjuk. Pada hari Minggu tanggal 21 Juli 2024. Tema atau lokon pewangan ruwat adalah Bethorokolo Sirno Soko Bumi Nuswantoro yang di bawakan oleh dalang Ki Drajad Suroso dari Kota Kediri Jawa Timur.       Siapa saja yang harus di ruwat? Anak laki-laki satu (Ontang-anting), anak putra-putri (kendono-kendini), anak putra-putri-putra (sendang kapit pancuran), anak putri-putra-putra (pancuran kapit sendang), anak 5 laki-laki semua (pendowo limo), anak 5
perempuan semua (Pendawi limo), anak nakal, sulit mendapat jodoh, sakit tidak sembuh-sembuh, dan beberapa masalah lainnya. Proses ruwatan dilaksanakan untuk seseorang yang akan diruwat pada siang hari. Dalam ruwatan ini mengabungkan adat jawa dan adat islam. Selain pangruwat dari Ki dalang Ki Drajad Suroso juga doa bersama Kyai, Ustad, dan Ulama dari Yayasan Pondok Al Komar.
    Â
   Proses ruwatan masal di lakukan hanya setahun sekali di bulan Suro. Hal ini memberikan kesempatan yang hadir tidak hanya puluhan namun hingga ratusan sampai luar kota Nganjuk. Warga berdatangan dengan membawa sedekah makanan ataupun minuman.      Melalui Ruwatan, masyarakat berharap diri sendiri dan keluarga terlindungi dari bahaya serta mendapatkan keselamatan. Ruwatan bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga merupakan warisan budaya yang penting bagi masyarakat Jawa dalam menjaga keberlangsungan adat istiadat dan menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H