Anna hanya bisa menatap tiket-tiket yang kini basah karena air mata dan hujan. Tiket-tiket itu berakhir di tempat sampah, lusuh dan terabaikan. Anna telah mencoba berulang kali untuk mendapatkan perhatian Devan, tetapi selalu berakhir dengan rasa sakit.
Namun, dua tahun kemudian, Anna adalah satu-satunya yang berarti bagi Devan.
*
"Bun..." Anna bergelayut manja pada ibunya, Rara, yang hangat disapa Bunda.
"Cih, manja banget," celetuk Yohan, kakaknya. "Orang sirik kuburannya hareudang."
"Mas, pakein AC lah," jawab Anna.
"Nggak ada yang mau bayarin tagihan listrik kuburan mamas," balas Yohan.
"Mamas deposit ke PLN sebelum meninggal," kata Anna dengan nada menggoda.
"Ya udah, deposit sekarang sono," balas Yohan.
"Diam atau keluar kalian dari kamar Bunda?!" Rara melontarkan perintah tegas.
Keduanya hanya saling cengiran, saling tuduh dengan tatapan mata, sebelum Rara menepuk tempat di sebelahnya. "Sini duduk di samping Bunda."