Melaju menjadi negara maju. Namun realitanya banyak yang menjegal negeri kita maju, bahkan itu dari sesama anak bangsa sendiri.
Dari yang punya sifat iri dengki, susah hati liat orang lain maju, dan karakter tidak dewasa lainnya.
Mengapa negeri ini kesannya susah maju? Terus melebar bagai negeri "berflower?"
Karena orang orang yang asbun (asal bunyi) dan asjep (asal jeplak) diberi panggung untuk menyuarakan pendapatnya dan mempengaruhi orang-orang di bangsa ini. Bebas boleh boleh saja sih, asal jangan bablas!
Kita bukan negeri liberal macam Paman Sam. Kita ini negeri berketuhanan yang menjunjung kebenaran, moralitas, dan kebaikan.
Kalau orang-orang asbun dan asjep terus dibiarkan bersuara, nanti suara-suara kebenaran meredup terhalang oleh dominasi kegelapan yang mempengaruhi kualitas pikiran masyarakat. Akibatnya susahlah majunya negeri ini!
Banyak orang-orang yang karakternya di medsos seperti ini:
- Sok religius tebar pesona dirinya ahli ibadah, jepret foto ibadah dirinya sebar fotonya di medsos, dan seakan yang paling tahu di dunia ini akan ilmu agama, namun realitanya manipulatif kepada sesama, pakai jubah besar agama demi mengeksploitasi sesamanya semata.
- Umbar prestasi kerja, apa benar murni prestasi dirinya secara individu? Atau malah hisap keringat dan perjuangan partner kerjanya lalu mengklaim itu prestasi dirinya?
- Merasa dirinya adalah orang yang paling baik sedunia, jepret foto kebaikannya sana-sini, agar terlihat baik di mata manusia, tapi apakah Tuhan Yang Maha Esa mengakui diri seorang itu orang baik murni dari pribadi aslinya? Sejatinya kalau benar ingin menginspirasi pemirsa jadikan kisah kebaikan tersebut menjadi fiksi yang menggugah hati pemirsa. Biar Tuhan dan malaikat yang menyaksikan realitasnya, pemirsa pun menikmati kisah fiksi tersaji. Kan kebaikan kita dikembalikan kepada Tuhan, bukan kepada manusia yang menyaksikan, iya gak sih?
- Ada yang ketika diberi amanah ingkar dari tanggungjawabnya, tidak tahu apa hak dan kewajiban, seringkali menuntut hak, tapi paling sering abai kewajiban.
Solusi konkretnya apa?
Ajaran Agama saja mengajarkan melalui keterangannya, "Bicaralah! Jika kau benar-benar tahu ilmunya."
Intinya diri kita juga sebagai masyarakat mesti sadar diri. Kalau gak punya ilmunya, lebih baik tidak usah bersuara, dari pada kena batunya langsung dari semesta. Tulisan dan komentar asbun dan asjep kita akan dikenang sebagai sejarah kelam bangsa yang memerangi suara kebenaran dan ilmu pengetahuan bermanfaat. Dan ini ada catatan malaikatnya sampai hari kita menghadapi pengadilan Tuhan seadil-adilnya.
Semuanya dikembalikan kepada masyarakat lagi ... mau memberikan mandat kepada orang-orang yang berhak dan tahu yang baik dan benar demi bangsa ini berkuasa, atau masih tetap mengandalkan orang-orang asbun dan asjep untuk berkuasa menyuarakan decitan-decitannya?