Mohon tunggu...
INDRIAN SAFKA FAUZI (Aa Rian)
INDRIAN SAFKA FAUZI (Aa Rian) Mohon Tunggu... Penulis - Sang pemerhati abadi. Pemimpin bagi dirinya sendiri.

Hamba Allah dan Umat Muhammad Saw. 🌏 Semakin besar harapan kepada Allah melebihi harapan kepada makhluk-Nya, semakin besar pula potensi dan kekuatan yang kita miliki 🌏 Link Akun Pertama: https://www.kompasiana.com/integrityrian 🌏 Surel: indsafka@gmail.com 🌏

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebijakan untuk Kesuksesan Menjadikan Seluruh Warga Negara Penuh Kebahagiaan

10 Juli 2023   04:00 Diperbarui: 10 Juli 2023   06:23 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kebijakan Nasional (pixabay.com, kreasi: Tumisu)

Didalam sebuah Buku best seller luar biasa isinya yakni Atomic Habits karya James Clear tertulis sebuah rumusan mutiara hidup:

Kebahagiaan muncul ketika hasrat tidak ada.

State/Keadaan demikian benar adanya. Saya merasakan kebahagiaan karena merasa cukup. Cukup disebabkan saya sudah kehilangan hasrat apapun yang membuat saya merasa tidak pernah puas, cukup menerima apa yang ada dan tersedia, itulah yang membuat saya bahagia. Ketidakpuasan terkadang mengantarkan kita pada perilaku kurang bersyukur. Dan ketidakadaan rasa bersyukur itulah penyebab lenyapnya kebahagiaan muncul pada diri kita. Akibatnya diri kita selalu menuntut lebih demi memuaskan hasrat kita, dan inilah penyebab kebahagiaan seakan sirna karena kita selalu dipenuhi hasrat hasrat yang harus segera dipenuhi.

Dibalik Propaganda Konsumerisme

Konsumerisme yang kini menjadi paham umum diterima masyarakat, membuat masyarakat dipenuhi segala hasrat yang cukup banyak lagi rumit. Segala standar kebahagiaan disandarkan pada terpenuhinya kelimpahan materi, kemewahan, pencapaian, pengakuan dan kedudukan. Akibatnya masyarakat berjuang sekeras-kerasnya demi memenuhi hasratnya, walau kesehatan dan hubungan harmonis antara sesama manusia menjadi dikorbankan. Yang tadinya sehat, menjadi sakit-sakitan. Yang tadinya akrab dan bersahabat, menjadi bermusuh-musuhan dan saling menjatuhkan. Semua demi standar kebahagiaan yang dituju masyarakat akibat selalu disuguhkan pemandangan standar bahagia menurut orang yang berpengaruh dalam hidupnya.

Apa yang terjadi setelahnya? Masyarakat malah terjebak dalam utopia yang seakan tak pernah tercapai. Fenomena inilah yang benar digambarkan Al-Qur'an perihal Hubbuddunya (Gila Dunia). Semua fokus pikiran kita difokuskan pada imajinasi dunia yang kita dambakan, dimana hasrat-hasrat kita terpenuhi seluruhnya. Akibatnya kita melupakan diri kita untuk mengingat Tuhan, yang padahal dengan mengingat Tuhan itu menumbuhkan kesadaran kita untuk menghadapi dunia. Kesadaran lenyap, timbullah gila dunia, seakan kita hidup di dunia untuk selamanya, sampai tidak mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian.

Perlunya Kebijakan Negara yang merubah Paradigma Masyarakat

Perilaku Konsumerisme tentunya berujung pada penghabisan sumber daya, walau secara keuangan negara memang ada potensi surplus melalui pemasukan pajak yang dibebankan negara dalam setiap transaksinya. Tidak perlu menyalahkan siapapun, karena di Era Konsumerisme ini kita sedang mempersiapkan diri menuju Era Kebahagiaan, tepatnya di Tahun 2025 dengan syarat kita mendapati Pemimpin Negara yang dapat merealisasikan kebijakan negara yang akan segera kita bahas.

Kita sejatinya dapat berbahagia sampai wafat menjelang, jika sudah tidak ada hasrat hasrat lagi yang menguasai, mengapa? Karena kita merasa puas dan cukup atas apa yang kita miliki dalam hidup. Inilah kuncinya.

Nah bagaimana metode demi meniadakan hasrat hasrat berlebih yang tidak pernah puas tersebut?

Yakni perlunya Kesadaran.

Kesadaran paling efektif diperoleh dengan mengucap Nama Suci Tuhan dengan penuh keyakinan yang mantap, karena dirasakan kebermanfaatannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun