Hai sahabat pembaca!
Menjadi korban penipuan yang memeras harta, tenaga dan waktu bahkan emosi, tentu sangatlah menyakitkan.
Namun tahukah kamu sahabat?
Jika ada seorang yang pernah menipu diri kita, lalu ia mengakui perbuatannya, kemudian beritikad penuh mengganti kerugiannya, sebenarnya itu lebih mulia daripada tidak mengakuinya bahkan menggantinya hingga apa yang diperbuatnya dibawa sampai mati?
Sejatinya seorang yang mengaku dirinya pernah menipu, dan menjelaskan segalanya dimulai dari niat, motif, tujuan dan caranya, tentulah tidak mudah, dan sangat beresiko akan kepercayaan publik atas dirinya.
Dan itu dapat menggerus kepercayaan publik bagi dirinya, apalagi jika penipuan yang dilakukannya sangat berbahaya dan fatal.
Namun balasan di alam dunia itu hanyalah sementara.
Sekeras-kerasnya balasan perbuatan di alam dunia, pastilah akan kita tinggalkan, dan tidak membekas kelak nanti di akhirat. Tentunya selama kita bertaubat penuh kesungguhan dan jika Allah ridha terhadap kita.
Mengakui diri berbuat salah dan berupaya mengganti kerugian yang ditimbulkan secara adil, adalah sifat ksatria. Karena sifat-sifat ksatria diantaranya dilandasi kejujuran dan keberanian. Maka mengakui diri pernah melakukan penipuan, adalah bagian dari pengaplikasian kejujuran. Apalagi berjanji untuk tidak mengulanginya kembali, betapa mulianya karakter demikian.
Nah.
Bagaimana jika dengan seorang yang pernah menipu? Namun sampai mati ia tidak pernah mengakui dirinya menipu dihadapan korban dan publik, apalagi perihal mengganti kerugiannya?
Sejatinya malaikat yang terdapat dalam alam pikiran kita, mencatat dan merekam segala perbuatan kita. Dan ini adalah kesaksian malaikat yang dibawa sampai mati di hadapan Allah. Maka setelah kematian, ruh dari orang tersebut, tentu akan berhadapan dengan catatan amal dan rekaman perbuatan yang tersimpan di memori pikiran yang sudah dibawa oleh para Malaikat yang sebelumnya bersemayam di alam pikiran kita semasa hidup di alam dunia.