Hai Sahabat Kompasianer!
Artikel ini saya buat untuk memperkuat rumusan "Kebaikan Melahirkan Pemikiran yang Baik" yang pernah saya bahas di artikel di bawah:
Kok Bisa Satu Hari Menulis Satu Artikel Berkualitas? Bahkan Lebih?
Saya memaparkan peristiwa hidup saya. Bagimana sebuah kebaikan yang sarat manfaat bisa melahirkan pemikiran yang baik pula hingga tertuliskan menjadi sebuah artikel.
Kisah Hidup: Memberikan Pencerahan pada Adik Nenek agar tidak banyak bertanya yang tidak urgent kepada pembeli saat sedang berniaga.
Saya mendatangi sebuah warung sederhana, namun penataan dagangannya cukup menarik perhatian pembeli. Dan pemilik warung itu adalah kakek saya yang merupakan adik dari Nenek saya.
Saya mengobrol dengan beliau dan bertanya tentang kondisi kesehatan beliau.
Beliau menerangkan bahwa akhir-akhir ini ia mengeluhkan sakit pada kakinya, dan bahkan pusing lihat berita yang bikin penuh kepala. Karena sikap ga mau ketinggalan berita yang lagi ngetrend dan viral di mata publik.
Dan adapun kebiasaan kurang menyenangkan seperti ingin selalu tahu privasi orang lain dengan bertanya pada seorang yang selalu beliau temui termasuk pembelinya. Termasuk pada diri saya, karena setiap bertemu selalu mempertanyakan urusan dan privacy saya seperti berapa pendapatan menulis dan membuat konten saat ini yang saya dapat, dan sebagainya.
Akhirnya saya menerangkan, banyak bertanya pada hal yang tidak urgen itu tidak akan memberikan manfaat pada diri kita, melainkan malah membuat diri kita dipenuhi informasi yang tidak ada manfaatnya, dan akhirnya timbul prasangka di dalam benak pikiran kita. Nah inilah yang membuat hidup kita dipenuhi permasalahan, dan salah satunya bisa menimbulkan depresi sendiri, karena membuat kepikiran atas apa yang pernah kakek saya ucapkan kepada orang-orang. Hingga selalu berupaya mencari "healing" untuk refreshing dan melepas penat yang ada di pikiran.
Kakek saya mengerti akan pemaparan tersebut, dan beritikad untuk tidak banyak bertanya akan hal yang tidak sarat urgensi baik dalam kesehariaannya, dan saat hendak berniaga. Karena bahasa yang saya sampaikan ternyata bisa dipahami beliau dan disadari kebermanfaatannya.
Akhirnya beliau menyadari mungkin saja penyakit yang diderita secara fisik bisa timbul dari pikirannya yang cenderung membuat diri Kakek saya pusing sendiri. Inilah titik balik Kisah Hidup kakek saya untuk memulai lembaran baru dalam berkomunikasi dengan para pelanggannya untuk memberikan kenyamanan saat berinteraksi.
Percakapan diakhiri dengan Doa kakek semoga saya senantiasa mendapatkan karunia pengetahuan tak terhingga dari Allah. Dan saya meng-amini doa Kakek saya.
Maka dari situlah saya terinspirasi untuk menulis sebuah artikel yang berlabelkan Pilihan di Kompasiana ini. Monggo diklik linknya dibawah sahabat.
KEPO, FOMO, Informasi Numpuk di Kepala, Akhirnya Pusing Sendiri
Lantas apa saja syarat kebaikan yang kita perbuat sehingga bisa melahirkan pemikiran yang brilian sarat kebermanfaatan?
Kebaikan mesti tulus, dan ada dampak positif dari kebaikan yang kita tebar yakni, memberikan kebermanfaatan bagi diri kita sendiri dan bagi orang lain yang kita bantu. Baik bersifat materi (seperti sedekah makanan, uang atau harta bermanfaat) dan non-materi (seperti pencerahan dari pengetahuan yang bermanfaat).
Kebaikan yang didermakan mesti konsisten, hingga Allah Ridha. Kalau Allah sudah ridha, maka saat itulah kita bisa memetik hikmah pembelajaran dan ibrah dari kebaikan yang didermakan kepada sesama hidup kita. Dan bahkan bisa dituangkan menjadi sebuah tulisan bermanfaat.
Mengapa saya sudah berbuat baik, tapi belum ada pemikiran yang bagus untuk saya tulis? Itu artinya kita mesti terus konsisten dalam berkebaikan sepanjang waktu sampai Allah meridhai kita. Ciri Allah Ridha kepada kita, kita semakin piawai dalam mengekspresikan hal-hal yang bermanfaat dari apa yang kita ucap dan tulis.
Tidak ada yang instan untuk mendapatkan pikiran yang jernih demi dapat berkarya sarat manfaat untuk orang banyak. Perlu perjuangan konsisten, integritas diri dalam berkebaikan. Niscaya perjuangan tidak pernah mengkhianati hasil akhir.
Jangan lupa banyak membaca, mendengar, menyimak, menonton, mengamati konten yang sarat kebermanfaatan. Untuk mengolah tata bahasa kita dalam menyampaikan pemikiran kita kelak.
Nah inilah yang menguatkan Artikel yang saya tulis sebelumnya. Mengapa Kebaikan yang sarat kebermanfaatan yang konsisten bisa melahirkan pemikiran yang baik dan sarat manfaat pula.
Terima kasih sudah setia membaca setiap tulisan-tulisan saya.
Semoga bermanfaat.
Tertanda
Rian.
Cimahi, 17 Oktober 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H