Mohon tunggu...
Fajrian Idha
Fajrian Idha Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan

Penulis Cerita Biasa

Selanjutnya

Tutup

Metaverse

E-Sport Olahraga? Persepsi Orangtua Masih Negatif terhadap Game

9 Juli 2021   11:28 Diperbarui: 9 Juli 2021   11:39 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Esports merupakan bidang olahraga yang menggunakan game sebagai bidang kompetitif. Secara harfia, esports merupakan singkatan dari electronic atau olahraga elektronik. Meskipun menggunakan media game sebagai media kompetitif. Meskipun di zaman sekarang muncul kata gaming tetapi berbeda dengan esports. Esports adalah profesi dan gaming itu rekreasi. Meskipun begitu esports tak lagi dipandang sebelah mata, tetapi masih ada sentiment negative terhadap di kalangan masyarakat Indonesia.

            Salah satu masalah terbesar yang dihadapi pelaku esports meyakinkan public bahwa esports tidak hanya dampak negatif. Banyak stigma yang tertanam dalam public bahwa segala yang berhubungan dengan game merupakan dampak yang negatif. Pikiran yang seperti ini yang menjadi akar permasalahan yang menjadi penghambat bahwa esport merupakan olahraga yang memiliki dampak positif.

Untuk mengubah stigma negatif ini para pelaku atau pemain yang berkecimpung di dunia esports berusaha memberikan edukasi terhadap permasalahan ini. Dari sudut pandang pelaku esports para orang tua masih takut anaknya tidak belajar atau main game terus menerus. Dalam dunia pro player rata-rata pemain main sehari enam jam maksimal, karna jika lebih dari itu akan mengganggu pengelihatan mata. Selain itu tentu adanya evaluasi sehingga tidak selamanya terus bermain game.

Dengan berkembangnya zaman tentu game juga berkembang bahkan genrenya pun berbeda-beda baik dari game yang hanya bisa dimainkan di Komputer hingga Hp. Seperti halnya yang sekarang ini Mobail Legend dijadikan ajang perlombaan dari nasional hingga internasional. Banyak orang-orang yang berlomba dengan game ini untuk menjadi Pro player dan menjadi Pro player Esport. 2020 tahun lalu game ini di kelaim sebagai game dan kompetisi terdepan di Asia Tenggara dan mengalahkan game Dota.

MLBB Campus Campionship menjadi turnamen yang di nanti pada tahun itu oleh para pejuang Esport. Turnamen ini diikuti oleh 32 kampus di seluruh Indonesia dengan total 1.225 tim yang menjadi peserta, dengan impresi di You Tube mencapai 100 juta. Di bulan April MPL Indonesia Season 5 juga menjadi turnamen terpopuler versi Esport dengan total penonton terbanuak di saat live mencapai 1,1 juta. Di Mei,  MLBB menggelar acara 515 e-party dan lebih dari 1 juta pemain mengikuti turnamen ini.

Game Free Fire juga merupakan game salah satu game yang dimasa ini juga sebagai game Esport. Game ini dinobatkan sebagai game Garena Free Fire sebagai game terbaik di dunia tahun 2020 di tingkat nasional. Game ini sama dengan game Mobile Legend dimana sama-sama memenangkan kategori Game Mobile. Rata-rata pemain yang memainkan game ini dari semua kalangan sama dengan Mobile Legen. Dikarenakan tidak memerlukan Hp yang berspesifikasi yang tinggi beda halnya dengan game PUBG Mobile yang memerlukan Hp yang menengah keatas walaupun sama-sama game Mobile yang dimainkan di perangkat seperti Hp.

Tetapi dari semua kelebihan yang dimiliki dan pencapaiannya setiap Game tentu tidak lah sempurna baik dari game itu sendiri ataupun dari yang memainkannya. Di tahun 2019 lalu dikutip oleh Detiknews tentang tagihan game online anak mencapai Rp11 Juta.  Diamana seorang ibu membagikan pengalaman yang membuat dirinya terkaget melihat game online yang tagihannya bukan lah angka yang kecil. Anaknya melakukan pembelian diamond di 3 game online yaitu Free Fire, Mobile Legend, Minecrafft. Cerita ini ramai dibagikan di Facebook hingga lebih dari 1000 kali. Cerita ini pun juga di unggah ulang di Twitter oleh netizen.

Dengan adanya kondisi yang seperti ini. Menkominfo diminta blokir game online, berita tentang permasalahan ini sudah banyak tersebar dikarnakan permintaan ini disampaikan oleh bupati Mokumoku, Provensi Bengkulu, dikarenakan memberikan dampak negative pada anak sehingga meminta melakukan pembelokiran terhadap game online itu secara nasional. Dengan adanya kondisi yang seperti ini tentu tidak lah mudah untuk memperoses permasalahan ini. Dikarnakan tidak sepenuhnya game online bisa disalahkan.

Dengan berkembangnya internet tentu orang tua merasakan dampaknya. Esports merupakan salah satu fenomena global yang tidak bisa di hindari. Tren positif terus tumbuh pada industri esports tentu membuat banyak anak-anak tertarik untuk berkecimpung di ranah ini. Apalagi jika sudah menjadi pemain yang menjadi setatus pro player dan bermain di dunia Esport penghasilan yang didaptkan tentu tidak lah kecil bahkan berada di atas rata-rata UMR. Sebagai orang tua tentunya perlu mendukung dan mengarahkan anaknya agar seimbang dalam mengejar cita-cita. Anak-anak ingin menjadi pemain esports bukan berart jadi boleh bermain game tanpa kenal waktu.

Bahkan dari ini orang tua bisa membuat anaknya bermain dengan waktu yang di perketat dan disiplin jika orang tua sudah mendukung profesi atau minat anak sejak dini tidak terkecuali untuk sekedar bermain. Di sinilah peran orang tua juga penting untuk mengingatkan anak agar tetap menjaga komitmen secara konsisten pendidikan dan keinginan anak harus di imbangi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Metaverse Selengkapnya
Lihat Metaverse Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun