Mohon tunggu...
Ria Mi
Ria Mi Mohon Tunggu... Guru - Menulis memotivasi diri

Guru

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Hari Terakhir Ayah

20 Juli 2020   17:04 Diperbarui: 20 Juli 2020   17:21 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Terakhir Ayah

Semangat yang ada dalam napas ayah, selalu tampak dalam keinginannnya untuk sembuhMalam itu ayah tetap salat isya, dengan tongkat tubuh ringkihnya berjalan mengambil wudhu
Ketika gulita malam menyusun sebuah rencana, semua tak tahu
Dalam suara sayup alquran yang kami bacakan ayah menciumi wajah adik lelakiku

Tangannya tetap erat di genggamku, satu persatu wajah putranya dipandangi penuh kasih
Dalam tetes infus yang kian memelan
Ayah sudah tak bersuara lagi

Tidur panjang membawanya ke suatu tempat yang dipilih Tuhan
Terasa getar nadi semakin melemah berjalan menyusuri telapak tanganku

Tiba-tiba detaknya melemah dan menghilang seperti strum listrik yang terdapat di baterai menyengat getar nadiku
Ini napas terakhir, ini detak terakhir, aku tak sanggup rasanya, tapi ketabahan ayah dalam menghadapi maut begitu kuat

Hingga ke dalam liang lahat terasa hatiku terkuak, tergambar semua perjuangnnya dalam isak tangisku doa tak henti
di pusara bunga kamboja jatuh bersama airmataku

Hari berkabung bersama pejam mata ayah untuk selamanya

Bukit Nuris, 2020
Riami

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun