Hujan masih menderu dengan anginnya yang memporak porandakan pohon-pohon di samping rumah kita
Kau tampak tenang dalam kata
Tidak tampak kau akan pergi jauh atau apa
Seperti biasa kau menghitung salahmu
Ketika seharian menemani tawaku
Aku tak pernah menitikkan air mata dalam dekap jarimu
Sore itu kau sampaikan padaku
Bahwa bunga di taman itu suatu hari akan layu
Tak seindah melati yang mekar berderet di sela embun sisa hujan
Malam itu kita masih bertukar sehelai rambut
Dalam kecup gigil yang kian merapat
Apa yang harus kukatakan
Ketika melati yang layu itu adalah kau
Putih beku di balut pilu
Pesanmu terbungkus dalam desah napasmu yang terakhir
Mengiringi pagi pilu
Karena dalam telapakmu yang dingin tak lagi kutemukan tawamu malam itu
Denyutnya telah mengikuti sang waktu
Dan meninggalkan bayang yang selalu mengikuti kedip mataku
Bukit Nuris, 2020
~ Riami ~