Mohon tunggu...
Humaniora

Perlunya Pengacara dan Penyiksaan (1)

24 Oktober 2016   17:32 Diperbarui: 24 Oktober 2016   17:46 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mencoba mengingat kembali tentang apa yang pernah saya tuliskan mengenai "kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam interogasi (terhadap tersangka pelaku kejahatan)", saya memahami bahwa ada satu kesamaan mengapa hal tersebut bisa diterjadi. meski bukan alasan "kenapa?" yang saya kaji, namun dari cerita-cerita yang ada, pembaca pun mungkin bisa menarik kesimpulan serupa; yaitu tidak adanya pendamping hukum atau yang juga kita kenal sebagai pengacara (dalam undang-undang sih disebutnya advokat).

Sebagai gambaran... kekerasan yang kemudian dikenal dengan terminologi penyiksaan ini memiliki satu tujuan tertentu, yaitu agar aparat mendapatkan suatu pengakuan atau keterangan dari orang yang disiksanya tersebut. 

Bagi saya peristiwa ini cukup menjengkelkan; pasalnya aparat macam ini (yang selanjutnya akan saya sebut sebagai oknum) mencari mudah saja dalam mengumpulkan bukti yang harus ia dapatkan. padahal ya, dalam undang-undang kita, tersangka itu diberi "keistimewaan" berupa hak ingkar; yang mudahnya bisa ditafsirkan sebagai hak untuk tidak mengakui atau diam saja. jelas ini bukan hanya aturan di Indonesia sih... di negara-negara lain pun sistem yang digunakan sama. untuk kalian penggemar tv series seperti CSI, kawanannya pasti akrab dengan kalimat ini: "anda berhak diam dan didampingi oleh pengacara, sebab apapun yang keluar dari mulut anda dapat memberatkan tuntutan". 

Nah... idealnya itu juga yang harusnya diterapin oleh aparat kita. tapi apa faktanya? kasus penyiksaan ini masih besar jumlahnya. tersangka terpaksa mengatakan hal yang tidak wajib mereka sampaikan karena kesakitan dianiaya oknum, bahkan kadang mereka harus berbohong demi memenuhi kepuasan aparat atas jawaban yang dicarinya. itu cerita-cerita yang saya dapat selama menyusun tulisan sakti yang saya singgung di kalimat pertama.

Apa keterangan yang disampaikan tersangka akibat penyiksaan itu bisa digunakan? tergantung! kenapa saya bilang begitu? karena keterangan yang kemudian tertuang dalam berita acara pemeriksaan a.k.a BAP, bisa saja dibatalkan. masalahnya, apa banyak yang paham mengenai hal pembatalan ini? hm... lagi-lagi saya menekankan bahwa pengacara itu perlu. 

Well, saya bukan pengacara -- atau paling tidak belum berpikir untuk meniti karier ke sana; jadi post ini tidak ada tendesius saya beriklan supaya orang memakai jasa saya. tapi saya meyakini bahwa orang-orang yang berkecimpung di dunia ini pastinya memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih ketika sudah berpraktik di lapangan menghadapi hal serupa. dan menurut saya mendapatkan pendampingan hukum/asistensi hukum dari mereka adalah cara terbaik agar nasib kita yang sudah malang tidak tambah malang lagi.

Coba bayangkan... sudahlah dituduh atau tertangkap karena melakukan kejahatan, jadi pesakitan di kursi terdakwa, dihukum setelah diputus oleh hakim, di antara itu masih juga harus lebam dan babak belur kalau bertemu dengan oknum-oknum nakal. mau?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun