Mohon tunggu...
Ria Diah A.
Ria Diah A. Mohon Tunggu... -

Seorang istri dari Pram Audito dan ibu dari Gisela Shafa Azarine yang berusaha menjadi teman, ibu dan istri terbaik, serta sedang belajar untuk menyukai tulisan dan bacaan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Secuil Surat Untuk [Tuan] Presiden

29 Maret 2012   07:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:18 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bapak Presiden Yang Terhormat,

Kami marah bukan karena benci.

Kami marah karena cinta.

Cinta yang kepalang besar bagi pertiwi yang tanahnya sudah kami injak puluhan tahun, yang udaranya kami hirup setiap hari, yang hasil buminya memberi makan mulut-mulut kami.

Prihatin tak lagi cukup, Bapak.

Beragam janji dan instruksi tidak lagi mampu membungkam mulut kami, karena kami sudah kenyang dengan janji.

Kami lelah... menunggu tanpa daya.

Kami letih menonton tanpa bisa berbuat apa-apa.

Kami ingin pajak yang kami bayarkan digunakan untuk sebaik-baiknya kepentingan rakyat dan pembangunan negara, karena sekalipun kami hidup berkecukupan, jutaan penduduk Indonesia belum menikmati kehidupan yang layak.

Sudah cukup kami merasa pedih melihat uang hasil jerih payah kami digunakan untuk plesiran anggota dewan yang terhormat, sementara jutaan rakyat miskin makan nasi yang sudah kotor setiap hari.

Bapak, tolong dengarkan kami.

Lakukan sesuatu.

Bertindaklah agar kami tahu orang yang kami pilih memang layak mengemban kepercayaan kami.

Kami tak minta banyak, sungguh. Jangan bilang itu terlalu sulit.

Kelak bila harga BBM naik, dengan gagah dan baik hati konon Bapak akan memberi kami kompensasi: Bapak akan membuat kami mengantre untuk mendapatkan uang bantuan agar kami tak merasa kesulitan.

Tapi, pikiran kami sederhana saja, Pak, benarkah Bapak suka melihat kami mengantre—panjang-mengular dari Sabang sampai Merauke? Kami tidak suka itu, Pak.

Kami tak suka terlihat miskin, apalagi menjadi miskin.

Kalau memang Bapak punya uang untuk dibagikan kepada kami, pakailah uang itu, kami rela meminjamkannya untuk menyelamatkan ‘perekonomian nasional’ yang konon sedang gawat itu.

Tak perlu naikkan BBM, pakailah uang kami itu: kami rela meminjamkannya untuk menyelamatkan bangsa!............

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun