Mohon tunggu...
RIA ANISA
RIA ANISA Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Penulis kaku dan lugu

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Desa dan Tuntutan Pejabatnya

1 Februari 2023   13:16 Diperbarui: 1 Februari 2023   13:42 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah kepala desa kalian ikut ke Jakarta demonstrasi perpanjangan masa jabatan di depan Gedung DPR RI? kalau Saya, tidak mengetahuinya.

Apakah kepala desa tempat kalian tinggal juga ingin memperpanjang masa jabatan ini? kalau Saya, jawaban tetap sama, tidak mengetahuinya.

Sebelum menggali lebih lanjut hal tersebut, bagaimana hubunganmu dengan desa dan pamongnya?

Saat ini, saya sedang berdomisili di salah satu desa di kecamatan Ngaglik, Sleman, Provinsi DI. Yogyakarta. Selama menjadi warga di sini, sudah sangat lama tidak berjumpa dengan kepala desa, meskipun beliau adalah incumbent. Dari sekian momen, kepala desa paling mudah dijumpai pada saat momen menjelang pilihan kepala desa. Beberapa kali calon lurah (sebutan yang disematkan untuk kepala desa) rutin mendatangi warga disela kegiatan-kegiatan rutin RT maupun RW. Namun, setelah sesi pemilihan kepala desa selesai, nyaris tak pernah lagi menjumpai beliau di sela acara rutin RT maupun RW lagi.

Bagaimana mengenai kegiatan, dan kebijakan kepala desa beserta pamongnya?

Kegiatan publik beberapa kali diadakan oleh desa,  Yogyakarta. Seperti karnaval, jalan sehat, senam sehat, pengajian, dan hari jadi desa. Kegiatan lainya biasanya hanya dihadiri oleh perwakilan setiap RT ataupun RW, seperti kegiatan Dasawisma PKK.

Sebagai warga yang tidak memiliki jabatan di lingkungan desa, tentu selain kegiatan publik  tidak pernah menjamah aktivitas desa lainya. Begitu pun kunjungan ke kantor desa. Keperluan pergi ke sana hanyalah menyelesaikan administrasi. Itu pun belum tentu tiap tahunnya. Sekalinya berkunjung ke kantor desa harus tanya berulang kepada beberapa orang untuk sekedar mengetahui letak ruang pelayanan. Terlebih lagi terkait kebijakan desa. Meskipun di beberapa sudut Desa terpasang baliho besar berisi dokumentasi kegiatan dan sirkulasi dana desa, namun nyaris tidak ada satu pun kebijakan desa yang saya kenali.  Perhatian terfokus melihat angka nominal laporan kegiatan desa itu, sangat mencengangkan. Bagaimana tidak, angka yang dihabiskan oleh sebuah desa dalam setahun hampir mencapai angka empat milyar rupiah. Angka yang sangat fantastis. (Cek juga dana desamu melalui laman https://sid.kemendesa.go.id/village-fund. )

Bila kedekatan desa ini dibenturkan dengan tuntutan kepala desa untuk perpanjangan masa jabatan sembilan tahun menghasilkan perasaan miris. Miris sebagai warga yang tidak mengenal desa dan pamongnya. Dan Miris sebagai generasi muda atas kelahiran isu status quo kepemimpinan, sembilan tahun adalah waktu yang terlalu lama bagi periode kepemimpinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun