Mohon tunggu...
RIA ANISA
RIA ANISA Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Penulis kaku dan lugu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Emak, Si Agen Literasi

26 Januari 2023   21:51 Diperbarui: 26 Januari 2023   21:54 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kian tahun, data pengunjung perpustakaan kian menurun. Apakah itu berarti minat baca menurun pula? Menurut saya belum tentu. Ada banyak kemudahan literasi yang didapat generasi zaman now. Membaca tidak harus datang ke perpustakaan. Ada banyak aplikasi diantaranya google book yang memudahkan ibu dapat mewariskan literasi kepada putra putrinya. Dengan aplikasi ini emak dapat mendongeng dengan menggunakan gadget, layar smartphone membantu emak bercerita lebih menarik. Klik tulisan, smartphone akan membaca dengan automatis. Dengan klik gambar akan muncul suara.. menarik bukan? Keengganan pergi keperpustaakaan juga merupakan efek generasi mager. Meski mager, ada sejuta solusi agar minat baca dan berliterasi dapat terjaga.

Sudah diberi kemudahan, jika masih tetap tidak mau terliterasi bagaimana ? Problematika semakin kompleks saat kegagalan transfer literasi dari ibu ke anak dipertemukan lagi kecanduan anak terhadap gawai. Tsunami informasi yang terjadi dalam era digital ini harus diimbangi dengan kuatnya minat literasi. Literasi menjadi sangat penting karena narasi yang terbentuk dapat bergantung pada tingkat literasi sebuah generasi. Pemeliharaan literasi menjadi pusat pertahanan peradaban di era digital.

Apa untungnya jika emak berliterasi? semakin banyak literasi mamak, semakin banyak pula teknik mamak dalam pengasuhan. Dari sisi anak, semakin banyak anak memiliki wawasan literasi semakin mudah diarahkan dan di “program” dalam pengasuhan. Jepang dan Singapura dua negara digdaya yang memiliki budaya literasi ideal di Kawasan Asia. Mereka memiliki kemampuan membaca buku mereka dalam setahun sampai tujuh belas buku. Bagaimana Indonesia jika dirata-ratakan? Menurut UNESCO, minat baca warga Indonesia hanya 0,0001 %. Artinya, satu banding seribu orang Indonesia yang punya minat membaca.

Jika dirunut dari faktor sejarah, pra kemerdekaan yang mengnal aksara hanya golongan-golongan tertentu. Para bangsawan, lingkungan kekuasaan dan pemuka agama. Masuk pada pergerakan kemerdekaan, literasi menjadi salah satu senjata mengusir penjajah. Hingga saat ini, literasi tidak diragukan manfaat fundamentalnya bagi kelanggengan sebuah bangsa. Tapi minat baca yang demikian renda, kata Taufik Ismail ini tragedi. Tragedi nol membaca yang berlangsung sejak lama. Sebelum merdeka, sulitnya mengakses literasi pada saat itu cukup beralasan, belum adanya industri buku secara masal. Namun saat ini berjuta kemudahan diciptakan untuk fasilitas literasi. Sebuah bangsa besar tanpa literasi dapat dengan mudah diombang-ambing dalam badai informasi. tanpa pondasi literasi, seseorang mudah menyerap hoax, atau pemaki karena mudah terprovokasi.

Berdasarkan cerita para pecinta literasi, kecintaan itu mulai bersemi sejak dari keluarga. Rumah menjadi sarting poin tinggi rendahnya minat baca sebuah bangsa. Bagaimana emak zaman now dapat menjadi marketing literasi? berliterasi tidak harus kutu buku. Literasi saat ini bisa dilakukan dengan berbagai cara. Generasi zaman now sudah dipastikan sulit terlepas dari gawai. Maka gawai akan menjadi alat literasi terbaik untuk memupukkan virus-virus literasi.

Bagaimana stakeholder lain dapat memfasilitasi emak jadi agen pewaris literasi? Keluarga adalah struktur terkecil dan terbawah dari miniatur negara. Jika dulu persoalan generasi dilimpahkan ke publik, sekarang mari kita balik persepsi bahwa publik juga memiliki power yang dapat menciptakan budaya. Si Emak sangat mungkin menjadi agent of change yang dan mewariskan literasi kepada generasi penerus bangsa. Kebijakan tentu menjadi ujung tombak gerakan masal ini. Terobosan dibidang literasi ini tentu akan sangat berpengaruh pada perubahan bangs aini di kemudian hari lagi. Penyediaan fasilitas publik dalam hal literasi tentu akan menjadi parameter keberpihakan kebijakan terhadap literasi.

Rujukan :  Pahlawan Sederhana, KMO, 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun