Sungai Musi menjadi belah betung bagi Kota Palembang. Pembangunan Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat) merupakan "obat" politik karena dua hal. Pertama, obat nyaman masyarakat Palembang atas pemerintahan Jawa, Era Orde Lama. Pembangunan Jembatan Ampera sukses menyembuhkan "sakit" politik di Bumi Sriwijaya pada saat itu.Â
Nama Ampera sukses merebut kembali simpati warga Sumatra Selatan. Kedua, sebagai jembatan penghubung sekaligus jembatan damai atas ketimpangan antara wilayah hulu dan hilir Sungai Musi. Daerah hilir menjadi wilayah pusat pemerintahan dan ekonomi. Daerah hilir digambarkan sebagai wilayah administratif teratur. Berkonotasi terbalik dengan daerah hulu, daerah yang memiliki aktivitas ekonomi rendah. Daerah hulu diistilahkan daerah "taklukan" kekuatan kekuasaan iliran (Dedi Irwanto, 2010).
Kesatuan wilayah itu kembali diuji dengan tuntutan kesetaraan pembangunan antara hulu dan hilir Sungai Musi. Kerentanan pembangunan membuat daerah hulu hingga kini tetap tertungkus lumus, tetap saja daerah "taklukan". Kesenjangan merentan hati, dan pemekaran dipilih sebagai solusi. Pemekaran didasari asas pemerataan pembangunan mencuat pada Jumat, 21 Oktober 2022 di Gedung DPRD Palembang Jakabaring, diikrarkan deklarasi pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Palembang Ulu.
Pemikiran dasar pemekaran diniatkan atas niat mulia, agar masyarakat pinggiran hulu dapat lebih sejahtera, dekat dengan pelayanan birokrasi. Ketua presidium Ahmad Aman Ramli Ashani, menyatakan presidensi telah menyiapkan proses dan administrasi hukum DOB Palembang Ulu. Semakin mantap, presidensi ini mengantongi dukungan DPRD Sumatra Selatan.
 Deklarasi pembentukan DOB ini dilakukan di tengah moratorium pemekaran daerah. Transisi Otda menjadi DOB mengalami perubahan esensi konsep. Pemekaran wilayah tidak hanya berfokus pada asas topografi. Konsep desentralisasi baru menuntut bahwa pemekaran akan dikabulkan apabila calon DOB telah matang secara finansial agar tidak lagi membebani APBN. Kini, asas terpinggirkan dari pembangunan akan sulit diandalkan sebagai tiket pengajuan pemekaran daerah. Syarat yang cukup sulit untuk dipenuhi oleh daerah pinggiran untuk memekarkan diri.
Pengajuan pemekaran wilayah DOB Bogor Barat menjadi satu kisah pengajuan pemekaran wilayah yang spesial. Kabupaten Bogor menjadi sebuah satuan wilayah terpadat, dihuni sekitar enam juta jiwa, terdiri dari 40 kecamatan. Secara finansial, kecamatan Bogor Barat sudah mumpuni, dan kekhawatiran menjadi daerah benalu APBN itu mustahil.Â
Pengusulan dan persiapan pemekaran wilayah telah dimulai sejak tahun 2000, dua puluh tiga tahun lalu. Saat ini, semua persiapan dan persyaratan telah terpenuhi secara administrasi. Semakin paripurna dengan keputusan izin Pemprov Jawa Barat yang telah merestui pembentukan DOB Bogor Barat. Kini "bola" otonomi wilayah itu diserahkan ke pemerintah pusat dan siap ditendang menuju gawang pemekaran DOB Bogor Barat, entah kapan waktunya.
Kasus DOB Bogor Barat menjadi anomali bahwa kemandirian finansial tidak jaminan terkabulnya pemekaran wilayah. Hal tersebut terjadi akibat kontra konsep semangat desentralisasi antara perspektif politik dan kemampuan finansial negara. finansial negara menganjurkan agar moratorium pemekaran daerah diperpanjang karena  keuangan negara yang belum stabil, terlebih lagi karena recovery penanganan Pandemi Covid-19.Â
Sedangkan "konflik" daerah membutuhkan pemekaran sebagai jawaban. Saat ini, Mandiri finansial menjadi syarat mutlak agar DOB tidak membebani APBN. Berbeda dengan semangat awal desentralisasi, menempatkan otonomi daerah sebagai "obat" kemandirian finansial daerah. Kini kondisi itu kian terbalik, bagai perdebatan mana dulu telur dan ayam. Pemekaran terlebih dahulu lalu kemandirian finansial atau mandiri finansial dulu barulah pemekaran.
Meskipun belum sukses dimekarkan sebagai DOB, persiapan matang Kabupaten Bogor Barat dapat menjadi referensi pemekaran DOB Palembang Ulu. Persiapan pemekaran masih Panjang, terlebih restu dari pemerintah provinsi juga belum dikantongi. Namun spirit pemerataan pembangunan dan kesejahteraan yang patut diupayakan bersama. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, dasar hukum pengajuan DOB yang mengusung isu substantif, seperti pengelolaan potensi daerah dan asas kekuatan sosial politik menjadi peluang besar terhadap harapan DOB Palembang Ulu, Sumatra Selatan.
Setidaknya ada tiga hal yang dapat dimaksimalkan dalam persiapan DOB Palembang Ulu. Pertama, potensi ekonomi. Selama ini, hasil produksi wilayah hulu diusung ke hilir karena hilir adalah pusat ekonomi. Sehingga dampak ekonomi tidak membiak di daerah hulu.Â