Kedua, Managemen keluarga diatur atas dasar kepentingan suamiisteri yang dipandu dengan kesetiaan dan kepatuhan seorang isteri.
Ketiga, Selalu bertahkim kepada Alquran dan As sunnah, lebih-lebih dalam menyelesaikan perselisihan yang mungkin timbul.
Keempat, Selalu positive thinking, husnudhan dan melihat segala sesuatu dari sisi nikmatnya, bukan sebaliknya.
Kelima, Saling berlomba dalam bajikan, maaf-memaafkan dan siap mengakui kesalahan bila memang bersalah, berjiwa besar, bukan mengklaim kebenaran sendiri, sebab yang pasti benar hanyalah yang dari Allah.
Keenam, Suami istri harus menjadi pendidikan pertama dan utama, sekaligus teladan dan idola anak, sebab anak pasti dilahirkan dalam keadaan fitrah yang suci, sedangkan orang tua dan lingkungan yang akan mempengaruhi pembentukan karakter serta kepribadian anak.
Ketujuh, Hidupilah keluarga dengan rezki yang halal, sebab darah daging yang tumbuh dari rizki yang haram pasti jauh dari Allah, dekat dengan syetan dan malapetaka.
Kedelapan, Menghiasi rumah tangga dengan shalat, do'a, dzikir, bacaan Alquran, puasa, zakat, infaq, shadaqah, waqaf, gemar membaca dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Kesembilan, Membentengi rumah tangga dari ancaman api neraka-qu anfusakum wa ahlikum naara-jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka.
Kesepuluh, Memilih lembaga pendidikan anak yang menyajikan dan menjanjikan iman, ilmu dan amal, serta membatasi seminimal mungkin pengaruh lingkungan yang negatif dan tidak berdasarkan prinsip-prinsip Islam, sekaligus selalu memantau dan waspada terhadap suami-isteri dan anak yang bisa menjadi sumber fitnah, musuh dan cobaan dalam kehidupan ini.
Kesimpulan
Pernikahan merupakan suatu hal yang wajar, apalagi dalam Islam yang menganut bahwa pernikahan adalah ibadah yang tetap. Namun, jika perkawinan dilakukan oleh anak di bawah umur, maka hal tersebut dapat berdampak besar terhadap kelangsungan hidup. Oleh karena itu, perlu adanya penerbitan peraturan mengenai undang-undang pernikahan dini.