matamu terpejam erat
wajahmu seolah tak kukenali
jahitan dan memar masih bertengger di kepalamu
namun tak ada sebulir air matapun jatuh di pipiku
aku masih tetap diam, mematung seperti es
kau menggandeng tanganku, tanpa ragu, tanpa malu
ketika akhirnya para dewasa mengejek kita, kulepaskan tanganmu
dan akhirnya esok hari aku pasti akan meminta maaf padamu. selalu seperti itu yg terjadi
kuberlari kencang mendekatimu hanya untuk mengecup pipimu ketika kau bilang naik kelas
kau heran namun tak merasa geli, malah sedikit tersenyum menatap kepergianku yg begitu cepatnya
kau adalah pengantin kecilku, meski kita tak mengerti apa yg dilakukan
dan semua tertawa bilang kalo kita cocok
waktu seolah terhapus, kau dan aku berubah
meski aku tau setiap kau lewati rumahku kau akan slalu melongok untuk mencariku, benarkan?
dan aku selalu ingin melewati depan rumahmu hanya untuk memastikan adakah engkau disana?
keadaan seolah menghukumku
kini kau diam tak bergeming dengan darah kering yg masih hinggap dikepalamu
wajahmu bengkak karena infus, namun aku masih saja diam mematung seperti es
mataku seakan terlalu kering untuk mengeluarkan cairan
hingga tiba saat mereka mengantarmu ke tempat peristirahatanmu yg terakhir
aku masih saja diam
akhirnya kau datangi aku. dengan wajah yg murung lalu bilang ' selamat tinggal'
aku masih saja diam
dan akhirnya kujulurkan tanganku untuk menggapaimu, memanggilmu meski tak ada suara yg keluar. namun kau telah menghilang
dan baru kusadari saat ini aku tengah menangis tersedu - sedu, terisak tanpa ada suara yg mampu keluar
goodbye pengantin kecilku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H