Mohon tunggu...
Renanda Hashi
Renanda Hashi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Urgensi Peran Konselor dalam Menghadapi Konflik Keluarga di Indonesia

4 Januari 2025   03:00 Diperbarui: 4 Januari 2025   03:00 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Keluarga merupakan lingkaran terkecil dari kelompok sosial yang ada pada tatanan masyarakat yang di dalamnya terdapat proses penyesuaian dalam pengambilan keputusa yang tepat demi mencapai kesepakatan bersama (Florencya & Hasanuddin, 2021) Lingkaran terkecil dari kelompok sosial ini terbagi menjadi dua bagian yaitu keluarga besar dan keluarga inti yang beranggotakan suami, isteri, dan anak-anak. Suami dan Isteri dalam hal ini disebut sebagai ayah dan ibu, mereka mempunyai peran masing-masing yang telah disepakati bersama. Menurut penelitian Wiratri, (2018) mengenai dinamika keluarga di Indonesia, yaitu setiap dari orang tua sudah mempunyai perannya sendiri, seperti kepala keluara dan pencari nafkah yan diperankan oleh seorang ayah sedangkan ibu yang berperan mengurus perihal rumah tangga. Peran-peran di atas adalah gambaran ideal mengenaikeluarga yang ada di indonesia.

Namun seiring berjalannya waktu, kondisi dalam sebuah keluarga dapat berubah. Salah satunya adalah hilangnya keberadaan salah satu orang tua dalam suatu keluarga yang sangat memungkinkan menggeser, merubah, maupun menambah peran orang tua dalam suatu keluarga. Ketidakhadiran salah satu orang tua dapat dikatakan hanya terdapat satu orang tua dalam keluarga. Hal ini terjadi ketika salah satu orang tua meninggal dunia atau terjadinya perceraian dalam keluarga. Kondisi seperti ini dikatakan sebagai orang tua tunggal atau single parent (Iganingrat & Eva, 2021).

Badan Pusat Statistik melaporkan jumlah perceraian di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 447.743 kasus, dengan rincian 110.400 kasus cerai talak dan 337.343 kasus cerai gugat, jumlah tersebut meningkat dari dua tahun sebelumnya. Berdasarkan data dari Profil Perempuan Indonesia Tahun 2021 yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaa Perempuan dan Perlindungan Anak atau KPPPA, persentase Kepala Rumah Tangga Perempuan cerai hidup sebanyak 13,66% dan cerai mati sebanyak 68,59% dari jumla penduduk di Indonesia.

Konflik keluarga dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perbedaan pendapat dan nilai, kurangnya komunikasi efektif, stres dan tekanan hidup, serta perubahan struktur keluarga (Havighurst & Davis, 2015; Conger et al., 1990). Oleh karena itu, perlu adanya intervensi yang tepat untuk mengatasi konflik keluarga.

Peran konselor sangatlah penting dalam menghadapi konflik keluarga. Konselor dapat membantu anggota keluarga mengidentifikasi penyebab konflik, mengembangkan komunikasi efektif, dan meningkatkan kemampuan mengelola emosi. Konselor juga dapat membantu anggota keluarga membangun rencana solusi untuk mengatasi konflik dan meningkatkan kualitas hubungan keluarga (Johnson & Thomas, 2017). Dengan bantuan konselor, anggota keluarga dapat memahami penyebab konflik dan dampaknya (Havighurst & Davis, 2015), sehingga dapat membangun rencana solusi yang efektif. Konselor juga membantu mengembangkan kesadaran diri dan penerimaan diri (Rogers, 1951), serta meningkatkan kemampuan mengelola konflik.

Konselor profesional memiliki kelebihan karena netral dan objektif (Corey et al., 2011), menggunakan pendekatan ilmiah (Beck, 1977), dan menghormati kerahasiaan. Mereka membantu anggota keluarga mengembangkan kemampuan berkomunikasi efektif dan membangun hubungan keluarga yang lebih harmonis. Dalam jangka panjang, konseling dapat membantu mengurangi risiko kekerasan dalam keluarga (Amato, 2000), meningkatkan kualitas hubungan keluarga (Johnson & Thomas, 2017), dan membantu mengembangkan kemampuan mengelola konflik.

Konseling keluarga dapat memberikan beberapa manfaat, seperti meningkatkan kesadaran diri dan penerimaan diri, mengurangi stres dan tekanan hidup, serta meningkatkan kemampuan mengelola emosi (Goleman, 1995; Kabat-Zinn, 2003). Oleh karena itu, perlu adanya perhatian dan dukungan dari pemerintah dan masyarakat untuk mengembangkan layanan konseling keluarga.

Dalam menghadapi konflik keluarga, konselor perlu menggunakan pendekatan yang tepat, seperti pendekatan humanistik dan pendekatan kognitif-perilaku. Pendekatan ini dapat membantu konselor memahami kebutuhan dan masalah anggota keluarga, serta mengembangkan strategi intervensi yang efektif (Rogers, 1951; Beck, 1977).

Daftar Referensi

Amato, P. R. (2000). The consequences of divorce for adults and children. Journal of

Marriage and Family, 62(4), 1269-1288.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun