Mohon tunggu...
Rasa Soemoprawiro
Rasa Soemoprawiro Mohon Tunggu... -

Perempuan biasa yang menjalani titiannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Belajar Menulis dan Berbicara Lagi

4 Februari 2012   18:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:03 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

" Ibuuuuuu, apa Ibu waktu SD ndak pernah diajari menulis atau bicara.  Katanya aku aja bisa ngomong dari bayi." Ganendraku langsung teriak waktu Simboknya bilang ingin sekali belajar menulis dan berbicara.

Seringkali orang bilang, sampaikan apa yang ingin disampaikan melalui sebuah tulisan bila sulit menyampaikannya.  Atau sampaikan secara lisan bila sulit menulis. Nah, alangkah indahnya bila salah satu yang menghilang. Hehehehe, untuk beberapa waktu dahulu, karena seringkali kehilangan kosa kata secara mendadak, maka Simbok Ganendra ini lebih senang menulis. Bahkan kepada Ibu pun seringkali melalui surat. Dan pernah ditiru juga sama  Ndoro Alit yang menulis surat "Tuhan, aku mau cepat sembuh. Aku bosan sakit di rumah. Aku pengen sekolah." Surat yang disembunyikan dibawah bantalnya waktu ndoro alitku masih SD. Itu masa-masa simbok rajin curhat melalui surat.

Beberapa bulan yang lalu saat sedang berdiskusi dengan seorang pengajar mind mapping untuk pelatihan Speed Reading,  kita mencoba sebuah permainan yang akan dilakukan dalam kelas. "Coba Mbak melihat saya dan katakan buah Apa yang terlintas pertama dalam benak Mbak" Aku dengan sesegera mungkin menjawab "Nanas".  Hehehehe, aku langsung ketawa karena sebenarnya didalam pemikiranku yang ingin disampaikan adalah Apel mengikuti gerakan mulut pengajarku. tapi karena kehilangan kata benda yang satu itu, keluar di mulut Nanaaaas.

Sewaktu masing single, berkomunikasi lisan lagi-lagi jadi sebuah hambatan untuk mendapatkan pacar. Karena calon-calon pacar sering mengernyitkan dari "Maksud kamu bagaimana, coba pelan-pelan bicaranya karena kamu terbalik-balik susunan katanya". Sampai ada yang bilang "Seharusnya kalimatnya - Ibu pergi ke pasar jam 05.00, tapi kamu susunannya selalu - ke pasar jam 05.00 Ibu pergi." Dan untuk kalimat panjang ternyata tidak cukup mudah dipahami.

Sahabat susah dan senang dalam perjalanan pekerjaan dulu, selalu menjadi penterjemah buat menyampaikan apa yang ingin aku sampaikan kepada teman-teman team yang lain. Karena bahasaku kurang berirama katanya.
"Kira-kira, semua yang sudah saya sampaikan tadi bisa dimengerti atau tidak?" Atau kalimat "Sampai disini ada yang merasa bingung sama penjelasan saya atau tidak?" Itu jadi kalimat idolaku saat rapat internal dengan team di kantor. Karena sadar, sudahtidak ada lagi penterjemahnya.

Nah, seiring dengan waktu. Ternyata menulis pun akhirnya tidak menjadi kebiasaan. Menulis surat pun tidak. tapi menulis BBM atau SMS tetap dilakukan dengan panjang dan lebar yang setelahnya pun Simbok ini sering tertawa, karena sungguh-sungguh tatanannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Membutuhkan waktu lama untuk menulis hingga akhirnya disepakati oleh team atau kadang oleh Simbok sendiri.
" Itu proses distribusi dari wadah kata di kepala ndak sinkron sama aliran ke alat-alat penggerak mulut tuh, jadi tabrakan dan jungkir balik" hehehe, biasanya teman-teman yang sudah dekat protesnya begitu.

Daripada Simbok terus menerus mengalami hambat dasar hubungan antar manusia ini, ini saatnya Simbok harus membiarkan belajar menulis melalui media ini dan belajar membacanya kembali. Supaya Simbok bisa berbicara dan menulis dan memperkaya dan mengingat kosa kata yang diperlukan sampai jadi sebuah susunan kata yang rapih dan berirama ala Simbok.

"Tulis aja, mau benar atau salah nanti juga lama-lama jadi benar. Mau terbaca atau mau tidak terbaca nanti juga ada yang baca."   Terimakasih ya Dulur * buat membesarkan hati Simbok.

Catatan :

* Dulur : saudara

* Gambar dipinjam dari Google

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun