Mohon tunggu...
rhr mukti atmowidodo
rhr mukti atmowidodo Mohon Tunggu... -

membela tanah air itu HUKUMNYA WAJIB buat orang2 yg beriman. TAPI INGAT ... jadi pembela tanah air tak harus jadi pembela rejim!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Daun Duit

29 Juli 2010   15:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:28 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saat berangkat kerja kemarin, saya menemukan pemandangan seorang bapak naik sepeda yang membawa tumpukan daun pisang.  Saya merasa unik karena ini terjadi di daerah Ciledug, Tangerang. Saat pertama saya coba hentikan, si bapak cuma geleng-geleng dan menggoyangkan tangan sambil terus jalan tidak mau berhenti. Akhirnya, karena ada kemacetan, si bapak mau melayani saya ngobrol sejenak. ‘Istirahat dulu, pak. Kita ngobrol sebentar.’ ‘Abang mau beli daun pisang?’, tanya si bapak. ‘Hahaha. Enggak, pak. Cuma tertarik saja liat bapak bawa-bawa daun pisang gini.’ Saya mengeluarkan rokok dan menawari si bapak untuk membuka percakapan. Biasanya jurus ini ampuh karena di lapangan, rokok adalah teman. Mungkin seperti ‘Pipa Perdamaian’ yang sering ada dalam cerita tentang suku Indian dan Cowboy di jaman dulu. Dan tebakan saya benar. Si bapak menyambut baik dan percaya bahwa saya adalah ‘orang baik-baik’ ketika dia mulai menghisap rokok. ‘Maaf, namanya siapa pak?’ ‘Anam.’ ‘Bapak dari mana?’ ‘Dari tangerang, bang.’ (Busyet, dah. Ciledug juga masih wilayah Tangerang, boss! Sabodo teuing, ahh. Ikuti aja apa maunya …) ‘Kenapa bapak tadi tidak berhenti saat saya stop?’ ‘Oh, maaf bang. Saya kira abang mau beli daun pisang ini. Saya ga berhenti karena ini sudah pesanan orang.’ (Alhamdulillah, saya kira si bapak takut karena mengira kalau saya ini orang jahat yang mau merampok. Ternyata ini alasannya …) ‘Ohh … saya kira bapak takut saya rampok.’ ‘Hehehe … abang bisa aja.’ ‘Ini daun pisang buat apaan, pak?’ ‘Saya kirim ke tukang bikin tempe, bang. Sebagian saya jual ke pasar. Sudah ada yang pesan.’ ‘Emang laku, pak?’ ‘Laku, bang. Sebetulnya banyak pesan tapi saya Cuma bisa kirim segini. Ga tentu juga seh dapatnya. Hari ini cuma bisa segini.’ ‘Harga berapa, pak?’ ‘Ini saya jual Rp. 6.000 per 20 lembar.’ ‘Lah, kalau segini ada berapa lembar?’ ‘Lupa, bang. Tapi hitungan saya, uangnya ntar sekitar Rp. 80.000 an.’ ‘Bapak tiap hari nyari daun pisang gini?’ ‘Iya, bang. Ntar pulang dari jualan, saya mulai nyari buat dijual besok paginya.’ ‘Nyari apa beli, pak?’ ‘Nyari aja. Kalau harus beli ya kita ga ada untungnya. Saya minta ama orang-orang yang punya pohon pisang. Kadang-kadang saya cuma disuruh bersihin tu kebon dan taneman sebagai bayaran ngambil daun pisangnya.’ ‘Nyari kemana?’ ‘Ya keliling-keliling kampung, bang. Saya sudah lama jual ginian jadi dah punya langganan buat diambil daun pisangnya.’ (Ooo … tuh di kampung saya banyak ga keurus sampai kering. Jadi ingat tanaman pisang di kebon bapak di kampung sana.) ‘Tiap hari dapat uang berapa, pak?’ ‘Minimal saya bawa pulang Rp. 50.000 tiap hari. Lumayan buat makan keluarga, bang.’ ‘Tiap hari?’ ‘Iya, kalo badan agak meriang ya saya libur.’ ‘Wah, lumayan juga hasilnya.’ ‘Hehehe.’ ----- Ternyata hidup itu tidak susah bagi orang-orang yang kreatif dan bisa melihat peluang. Contohnya, pak Anam ini. Berbekal tekad untuk berjuang dan bertahan hidup, dia mencari daun pisang yang mungkin sering kita anggap tidak berguna dan dibiarkan mengering di pohon. Saya lupa menanyakan apa latar belakang pendidikannya, tapi kalau minimal dia mendapatkan Rp. 50.000/hari maka pendapatan dia menjadi minimal Rp. 1.500.000/bulan. Ini juga termasuk UMR walaupun tidak menjadi karyawan pabrik. Salam Wirausaha! RHRM Si pencari damai http://duniasithole.wordpress.com TARGET! Kejaaaaaarrrrrr ... !!! Nampang bentar saat macet ... Senyum pantang menyerah! ini adalah salah satu TULISAN YANG GAGAL POSTING DI LOMBA 100 MENIT 1000 TULISAN karena KOMPASIANA TIDAK BISA DIAKSES di koneksi net-ku http://duniasithole.wordpress.com/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun