Saya sejatinya bukan Narcisscus di zaman Yunani, yang sangat mencinyai dirinya sendiri. Bukan juga yang dimaksudkan Sudjiwo Tejo dalam tulisannya "Jomblo adalah seorang yang sangat sombong karena merasa mampu hidup sendiri tanpa didukung oleh orang lain". Â Saya hanyalah diriku sendiri dan tidak ingin menjadi mereka.
Zaman 2020 semoga tidak lagi memberi konotasi negatif bahkan pengecapan terhadap orang-orang seperti, yang belum menemukan pasangan hatinya. Secara sadar atau tidak sadar, sebutan jomblo ini semacam pengecapan Orde Baru pada PKI dengan tujuan menghakimi dan memberangus tulang sendi negeri ini (serius).
Sangat sedikit ruang-ruang kebebasan, diskusi, dan tanya jawab. Bahkan waktu khusus mencari data-data yang berimbang untuk mereka di rezim anti puisi ini. Â
Melawan Tradisi Cuci Otak
Kepada kaum wanita dan lelaki yang sedang berduaan dan lagi pegang tangan di sudut jalan raya, kontrakan, apartemen mewah, atau saja hotel berbintang, Â apa tidak ingin mengetahui siapa Tan Malaka?
Seorang yang sunyi dari pemberitaan perempuan. Bahkan SK Trimurti istri dari Sajoeti Melik dalam buku "Gerakan Kiri Revolusi Indonesia" Karya Harry A Poeze menyebutkan alasan Tan berkekasih.
Tan tidak kimpoi, karena perkimpoan akan membelokkan dari perjuangan. Dalam bahasa istilah kiri reaksioner sebut saja (tidak murni gerakan, hahahaa) ia bersikap penuh hormat terhadap perempuan. Ia juga tidak berbicara perempuan dalam hal seksual. Beliau bersih, kata Sajoeti Melik.
Sebuah Pembelaan
Kenapa harus tahu Tan Malaka?
Karena Tan lebih dulu sadar. Sebagai tokoh gerakan radikal yang memerangi kebodohan dan menjaga kebaikan negerinya, ia diburu oleh agen-agen negara kapitalis seperti Inggris, Amerika, dan Belanda.
Itulah Tan Malaka yang meletakkan kepentingan umum jauh di atas kepentingan pribadinya. Membangun kehidupan dan perjuangan atas negara. bukan hanya sentimen atas kediriaan dan atas nama kasih sayang kemudian berfoto atas nama kemesraan.
Ada juga tokoh-tokoh menarik lain yang sunyi dari pemberitaan, seperti Maggie Kuhn, Ludwig Van Bethooven, Leonardo da Vinci yang berjuang atas nama karya dan gerakannya. Sekali lagi bukan atas nama kemesraan, foto-foto, dan pegangan tangan.
Pencerahan
Jomblo hanyalah cap negatif dan sebuah upaya penjatuhan paksa, sebut saja tidak laku, atau tidak diinginkan orang lain. Padahal pada perspektif kaum ini adalah sebuah ikhtiar dalam hal tidak murahan.
Menurut  jamaah sunyi, ini hanyalah bagian dari pandangan hidup atau lebih besar dari itu, pandangan kenegaraan, memberikan hal yang lebih dan konstribusi yang lebih besar kepada negara.
Dalam penutupan pembelaan ini saya menyambar istilah Bung Puthut EA, "Memang susah memahami perempuan tapi mau bagaimana lagi, jangan jangan memang perempuan tidak untuk dipahami tetapi dipenuhi segala keinginannya. Akh.. Aku masih memilih negara !
Kepada kawanku yang menjadi sahabat selfie, teman telfon, atau sekedar alarm pengingat makan dan tidur. Terima kasih telah membaca.
Selamat datang 2000.20
Sendiri, masih dengan rumah yang kosong, bersama dengan sapu dan alat pel.
Makan, masak indomie bukan memasak, masak air juga bukan memasak.
Tidur, susah tidur, malas bangun.
Bangun pagi, masih belajar dan bersungguh sungguh.
Pekerjaan, berkas berkas banyak, tugas tugas banyak, tugas kemanusiaan lebih dari itu.
Memeriksa hati, memeriksa nurani, pendapatan, dan masih kurang, tak apa.
Â
Terima kasih.
Sama sama kasih.
~ Sebuah pembelaan saat desember di Jakarta.