Di Marege beberapa Yolngu mengisahkan bagaimana kakek buyut mereka menangis saat tahu Macassan tak akan pernah kembali. Bahkan mereka mempertanyakan apa kewenangan Balanda (sebutan Aborigin untuk orang ras Kaukasia di Australia, serapan dari Belanda, bahasa Melayu yang dibawa orang makassar
Di Macassan Beach, titik pertama yang menjadi tempat pendaratan pelaut Makassar, warga Yolngu pada 1907 itu terus menunggu setiap sore. Ratusan orang duduk berjejer di sepanjang pantai, terus memandangi laut sambil menunggu datangnya perahu phinisi. Namun, penantian mereka tidak pernah menemui titik temu."Mereka duduk di pinggir pantai sambil terus menyanyikan lagu yang dulu selalu dinyanyikan Macassan saat bekerja
Djawa mengisahkan, menurut penuturan kakeknya, warga Yolngu selalu berkumpul di pinggir pantai setiap sore dan itu berjalan selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya mereka sadar bahwa pelaut Makassar tidak akan kembali lagi.
Untuk sedikit mengobati kerinduan, warga Suku Yolngu akhirnya menyusun ribuan batu kecil di pinggir Macassan Beach. Ribuan batu disusun untuk menggambarkan bentuk kapal phinisi, kapal yang digunakan para pelaut Makassar.
"Para kakek buyut kami menyusun batu untuk menggambarkan bentuk perahu yang dinaiki para orang Makassar, sehingga bisa diceritakan ke anak dan cucu bagaimana bentuk perahu Makassar itu.
Teruslah bernyanyi dan merindu kawan yolngu untuk suku Macassan
Beberapa waktu lalu di MIWF yang bertempat Benteng Rotterdam Makassar Orang Australia bernyanyi membawakan lagu rindu itu, lagu tentang Macassan yang di rindukan.
Terima kasih dan kami menikmati itu. Â
Selamat kembali tahun depan (MIWF) Makassar Internasional Writers Festival.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H