Mohon tunggu...
Rholly Williams
Rholly Williams Mohon Tunggu... -

seorang laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah PBL 1

8 April 2013   19:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:30 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

KISAH PBL I

Sekilas aku ceritakan kisahku sewaktu menjalani Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) I bersama teman-teman dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Haluoleo, PBL ini merupakan salah satu kegiatan praktikyang mengharuskan mahasiswa turun kelapangan yang bertujuan untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data-data masalah kesehatan masyarakat menjadi bahan laporan dalam mencari solusi pemecahan masalahnya. Sewaktu PBL I ini kami di tempatkan di Kecamatan Kolono dan terbagi di 1 Kelurahan dan 11 Desa, saya pun mendapat desa ke tiga yaitu desa Sawah. Di desa ini kami berjumlah 12 orang, dan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, disinilah dimulai petualangan kami sewaktu tiba di lokasi ternyata daerah ini cukup terisolir di karenakan jaringan telkominikasi yang tidak ada jadi kami merasa kembali ke zaman dulu lagi ini hehehehehehe. . .(kutipan seorang teman), hari pertama tiba di posko kami merasa kelelahan dengan perjalanan yang cukup keras dimana kami harus melewati beberapa gunung dengan jalan yang begitu kurang baik tetapi semua ini sirna begitu saja ketika kordes kami mulai menampilkan keahliannya membuat perut sakit tertawa dengan candaan dan tingkah-tingkahnya yang kelihatan konyol membuat saya dan teman-teman kembali bersemangat teman saya langsung berkata: ini me nanti yang bikin sakit perut ta tertawa gara-gara sembarang da bikin (dengan logat khas kendari)tidak terasa malam pun sampai waktu untuk tidur pun dating tetapi ketika memasuki kamar tidur yang di sediakan kepala desa kami ada 4 orang laki-laki dan hanya 1 kamar tidur serta 1 ranjang yang ukurannya tidak terlalu besar hanya muat 2 orang, kami pun saling menatap tiba-tiba teman saya langsung melompat ke tempat tidur tersebut, wah tidak bisa begitu ucap seorang teman saya dengan nada kesal dengan sigap dan cepat kordes kami langsung menengai dengan membuat jadwal siapa yang tidur diranjang dengan system roling. Paginya kami pun bangun dan ternyata sudah di buatkan air panas oleh teman-teman perempuan,lagi-lagi teman saya bercanda dengan logat kendari enaknya mi pbl bangun pagi ada mi pet air panasnya. . . . hehehehehehe. Saya pun merasa enak dengan ini semua, tiba waktunya kami harus mengumpulkan masyarakat untuk menjelaskan maksud dari kedatangan kami didesa mereka singkat cerita ternyata kami harus berbicara langsung di depan masyarakat, kordes kami pun langsung mengatakan kepada saya kau mi saja yang bicara di depan nanti nahh, saya bilang bah kenapa saya yang mau bicara ? ? ? (logat kendari lagi) ternyata dia tidak biasa berbicara di depan umum. Akhirnya dengan pertimbangan dengan teman-teman yang lain kordeslah yang akan berbicara maka mulailah pertemuan ini dan bisa berjalan dengan lancer. Di malamnya kami pun mulai menyiapkan segala sesuatunya yang akan di gunakan untuk proses pendataan yang akan kami laksanakan besok seiring berjalannya waktu tibalah saatnya kami akan turun langsung melakukan proses pendataan disinilah kami banyak menemukan kendala dan kami langsung melihat betapa berartinya kehidupan, kendala-kendala yang kami temui ketika kami hendak masuk kerumah warga dengan menggunakan jas almamater banyak warga yang tiba-tiba menutup pintu rumah mereka bahkan ada seorang ibu berkata dengan dialeg khas kendari“tidak ada kasian uangku nak sa mau kasikan ko” dalam benak kami berkata berarti kami ini dating di kira untuk mencari uang, usut punya usut ternyata ibu ini tidak datang sewaktu kami sosialisasi dan memberitahukan kedatangan kami dengan tabah kami pun kembali menjelaskan akan maksud kedatangan kami, ibu ini pun mengerti dan bersedia kami wawancarai. Di tengah terik matahari kami tetap melanjutkan pendataan ini dengan semangat demi target dan tanggung jawab yang telah diberikan kepada kami dan kami harus mendapat data yang benar-benar valid. Di tengah perihnya kami berjuang mendapatkan data valid kami harus bisa menahan rasa rasa kangen, rasa sakit, rasa sedih, rasa senang, rasa lapar maupun RASBOK ( Rasa Ingin Boker). Di dalam proses kami mengambil data kami banyak belajar tentang perihnya kehidupan di mana kami rata-rata tinggal di dalam kota sehingga jarang melihat kehidupan yang seperti kami dapatkan ini, ketika saya bersama dengan kordes melakukan pendataan kami mendapatkan kesempatan mewawancarai seorang ibu dia menjawab dengan begitu detail setiap pertanyaan yang kami tanyakan dan ketika saya bertanya “dikehidupan sehari-hari ibu biasanya menggunakan sumber air bersih dari mana ??? “ ibu ini terdiam dan tiba-tiba meneteskan air mata, kami berdua kaget dan saling berpandangan dan dalam hati saya apa yang salah dari pertanyaan saya tadi,saya pun minta maaf kepada ibu ini apa bila pertanyaan saya tadi ada yang salah, ibu ini pun menjawab tidak apa-apa nak saya menggunakan sumur untuk sumber air bersih sambil melap air matanya, dalam hati saya kembali bertanya-tanya trus apa yang membuat ibu ini menangis ? ? ? teman saya pun bertanya apa yang membuat ibu ini sedih dan ibu ini bercerita ternyata dia baru saja di tinggal pergi oleh suaminya yang meninggal setelah membuatkannya sumur itu sehingga apa bila mendengar kata sumur dia kembali teringat kepada suaminya, pertanyaan kami pun terhenti sampai di situ dan kami hanya bercerita dengan ibu ini sambil mengaitkan dengan kuisioner yang kami harus isi, tanpa sadar ternyata malam sudah menyelimuti kami pun pamit pulang, sesampainya di posko ternyata kami sudah lama di tunggu oleh teman-teman yang lain yang bertanya-tanya kanapa sudah malam kami berdua belum pulang, di tengah malam kami melakukan breafing dan saling bercerita pengalaman yang kita dpat, ketika suasana mulai hening kordes kami yang kocak pun kembali menunjukkan keahliannya melawak dan suasana tiba-tiba ceria dengan elak tawa kami. Keesokan hari kami melanjutkan pendataan dan di tengah teriknya matahari kami istirahat sejenak di pasar kebetulan disitu ada anak-anak yang asik bermain kami pun menghampiri mereka teman saya pun bertanya dik kamu sudah kelas berapa ? ? ? dengan lantang anak tersebut menjawab menggunakan dialeg kendari “sa tidak sekolah mi” kami pun bertanya kamu tinggal di mana dan dia menunjukkan rumahnya,kami pun bertanya lagi ada orang di rumahmu ? ? ? dia hanya mengangguk bertanda ada. Singkat cerita kami berkunjung kerumahnya dan kami melakukan wawancara seperti biasa dan di akhir wawancara kami bertanya knapa anaknya tidak sekolah bu ? ? ibu ini menjawab tidak ada biaya untuk sekolahnya padahal anakku itu masih ingin sekolah, , , , kami pun saling berpandangan,dalam hati saya berkata setau saya ada program pemerintah wajib belajar 9 tahun dari pemerintah dan ada pula dana BOS tetapi kenapa masih ada anak yang putus sekolah karena tidak ada biaya ? ? ? jawaban dari pertanyaan saya itu entah siapa yang bisa menjawabnya. Kami pun pamit pulang dan dalam perjalanan saya dan teman saya bercerita tentang masalah anak itu dan teman saya berkata tenyata ada anak yang ingin sekali melanjutkan sekolah tapi terbentur dengan masalah biaya sedangkan kita yang nyata-nyata bisa dibiayai untuk sekolah kadang menganggap remeh dan sering timbul rasa malas ataupun suntuk ketika bersekolah sampai saat ini, dari kegiatan PBL I ini kami mendapatkan banyak pelajaran di mana kita harus tetap semangat untuk dapat menyelesaikan tugas kami sebagai seorang mahasiswa dengan tujuan mendapat ilmu serta mendapat gelar sarjana, jika kita merasa bosan dan malas dalam kulia kita hanya perlu mengingat pengorbanan orang tua kita yang berjuang demi kelangsungan sekolah kita itulah salah satu pelajaran yang kami dapat. Setelah beberapa hari melakukan pendataan akhirnya kami selesau juga dengan target yang telah di tentukan, selanjutnya kami hanya beraktivitas di posko dalam penyusunan laporan PBL I ini, seringkali kami menghilangkan jenuh dengan jelan-jalan di sekitar posko bercerita dengan warga sekitar, bahkan malam hari pun banyak warga yang berkunjung ke posko kami. Beberapa hari pun kami telah lalui rasa rindu dengan keluarga sudah begitu memunca, tak terasa lagi kami akan kembali ke kota kendari. Singkat cerita malam terakhir kami di desa sawah teman-teman mulai menyimpan barang-barang persiapan esok hari kami akan di tarik kembali ke kampus, selesai siap-siap kami pun mengadakan acara kecil-kecilan bersama kelurga kepala desa tempat kami tinggal elak tawa pun pecah rasa capek dan sebagainya hilang di tambah kegembiraan dimna besok kami akan kembali ke keluarga kami masing-masing. Paginya mobil penjemput telah datang dan tangis perpisahan kembali terjadi kordes kami pun kembali bertingkah untuk mencairkan suasana yang sedih menjadi tawa dan ia berkata TUNGGU KAMI DI PBL II. Selesai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun